Saat berkunjung ke kuil Shinto di Jepang, kamu mungkin akan melihat deretan papan kayu kecil bergambar kuda atau simbol lainnya, tergantung rapi di tempat khusus. Itulah yang disebut “Ema” (絵馬) — papan permohonan tempat orang Jepang menuliskan harapan mereka.
Tapi papan ini bukan sekadar dekorasi, dan tidak pernah dibuang sembarangan. Ada makna dan perlakuan khusus yang menyertainya.
Apa Itu Ema?
Ema berasal dari kata “e” (gambar) dan “uma” (kuda). Dahulu kala, orang-orang mempersembahkan kuda sungguhan kepada kuil sebagai persembahan kepada dewa (kami). Lama-lama, persembahan ini digantikan dengan gambar kuda di atas papan kayu, yang lebih praktis dan simbolis.
Kini, Ema digunakan untuk menuliskan harapan, seperti:
-
Lulus ujian masuk sekolah atau universitas
-
Kesuksesan karier
-
Kesehatan keluarga
-
Jodoh dan pernikahan
-
Keselamatan saat hamil atau melahirkan
Ritual yang Menghormati Harapan
Setelah menulis harapan, Ema digantungkan di tempat khusus di dalam area kuil. Tapi tidak selamanya papan itu akan tergantung di sana.
Ema yang sudah cukup lama akan dikumpulkan oleh pendeta kuil dan dihancurkan dalam upacara pembakaran khusus. Ini disebut “otakiage”, yaitu pembakaran benda-benda suci secara ritual sebagai bentuk pengembalian ke alam spiritual.
Membakar Ema sembarangan dianggap tidak sopan terhadap harapan dan para dewa yang telah “menerima” permintaan itu.
Desain & Simbol Unik
Setiap kuil punya desain Ema yang khas. Ada yang bergambar hewan zodiak tahun tersebut, ikon kuil, bahkan tokoh anime jika kuil itu populer di kalangan wisatawan muda!
Uniknya, kamu juga bisa menemukan Ema dari seluruh dunia — karena turis pun sering ikut menulis harapan mereka dalam berbagai bahasa.
Ema di Zaman Modern
Meski Jepang sudah sangat modern, tradisi Ema tetap lestari. Bahkan kini ada kuil yang menyediakan Ema digital secara daring, khususnya saat pandemi.
Tapi esensi Ema tetap sama: mengungkapkan harapan dengan tulus, dan mempercayakan nasib kepada yang lebih besar dari diri sendiri.
Ema adalah pengingat bahwa harapan manusia itu universal dan di Jepang, harapan-harapan itu ditulis, digantung, dan dihormati dengan khusyuk. Jadi, kalau kamu ke Jepang, cobalah menuliskan harapan di Ema. Siapa tahu, doamu ikut bergantung di antara angin dan doa orang-orang lainnya.