Dengan kelangkaan beras yang semakin menghantam kelompok rentan jelang pemilihan anggota majelis tinggi (Upper House) pada hari Minggu, organisasi nonprofit mendesak adanya kepemimpinan politik yang mampu mengambil langkah efektif dalam memberantas kemiskinan.
Bank makanan kini kesulitan mendapatkan pasokan beras dan bahan pangan lain untuk dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan, seiring inflasi yang mengurangi jumlah donasi.
Dengan isu penanggulangan inflasi menjadi agenda utama dalam pemilu kali ini, para pengelola bank makanan menuntut langkah nyata untuk menangani kemiskinan di tengah jurang ekonomi yang makin lebar dan meningkatnya jumlah warga yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar.
Sekitar 100 orang terlihat mengantre di Taman Sumida, Tokyo, pada 15 Juni lalu untuk menerima bento—nasi kotak—berisi berbagai makanan dari bahan makanan sumbangan.
“Saya merasa kemiskinan makin meluas,” kata Mitsuo Nakamura (74), anggota kelompok Asile yang berbasis di Distrik Arakawa, Tokyo, yang turut membagikan makanan. “Partai politik harus menyediakan ruang bagi suara mereka yang membutuhkan.”
“Bantuan seperti ini sangat berarti karena saya hidup dari tunjangan kesejahteraan,” kata seorang pria pengangguran berusia 50-an yang ikut mengantre. “Saya ingin uang pajak digunakan untuk mereka yang benar-benar membutuhkan.”
Pria pengangguran lain berusia 40-an berharap para calon legislatif “tidak menerapkan kebijakan yang menyebabkan kenaikan harga”.
Anggota Asile mulai menjalankan bank makanan di wilayah Kanto sejak tahun 2000, menyalurkan sekitar satu ton beras per bulan ke kafetaria anak-anak kurang mampu serta fasilitas lansia secara gratis atau dengan harga murah.
Namun karena donasi menurun sejak musim gugur tahun lalu akibat inflasi, pada akhir Maret lalu Asile kehabisan stok beras dan tidak bisa melakukan distribusi sama sekali pada bulan April.
Distribusi kembali dimulai pada bulan Mei berkat dukungan dari para donatur, tetapi kelangkaan bahan pokok masih terus terjadi, ungkap pihak Asile.
Menurut survei terhadap bank makanan di seluruh Jepang yang dilakukan oleh Food Bank Sendai pada Juli tahun lalu, sekitar 60% dari 66 kelompok responden melaporkan bahwa donasi menurun dalam beberapa tahun terakhir akibat naiknya harga.
Sekitar 70% di antaranya menyebut bahwa donasi beras khususnya mengalami penurunan, menurut organisasi nonprofit yang berbasis di Prefektur Miyagi tersebut.
Pada tahun fiskal 2024, organisasi ini mencatat rekor dengan memberikan bantuan kepada sekitar 7.100 orang—naik sekitar 40% dibanding tahun sebelumnya. Namun, pasokan beras tetap tidak mencukupi.
Untuk tahun fiskal 2025, organisasi tersebut mendapat bantuan beras gratis dari stok pemerintah dalam program yang dimulai musim semi ini, tetapi mereka tetap memperkirakan akan mengalami kekurangan.
“Jumlah orang yang kesulitan mencukupi kebutuhan hidup lebih banyak dari sebelumnya,” kata Takahiro Kawakubo (38), salah satu pimpinan organisasi.
“Bahkan kenaikan harga yang kecil bisa menjadi sangat fatal bagi mereka yang rentan,” tambah Kawakubo, seraya mendesak para politisi untuk lebih memperhatikan isu kemiskinan dan mengambil langkah nyata seperti menaikkan tunjangan jaminan sosial.
Sc : JT