Pemerintah pusat dan daerah di Jepang kini diwajibkan untuk mengambil langkah-langkah mempromosikan penggunaan bahasa isyarat, berdasarkan undang-undang baru yang bertujuan meningkatkan kesadaran menjelang pelaksanaan Deaflympics pada bulan November.
Undang-undang ini mulai berlaku pada 25 Juni, setelah disahkan di parlemen Jepang melalui rancangan yang disusun oleh anggota lintas partai. Ini merupakan pertama kalinya Jepang memiliki undang-undang khusus mengenai bahasa isyarat, menurut Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang.
Menyebut undang-undang ini sebagai “bersejarah”, Federasi Tunarungu Jepang (Japanese Federation of the Deaf) menyatakan bahwa mereka merasa “sangat terharu” saat mengenang para pendahulu yang telah bekerja keras meningkatkan kesadaran akan pentingnya bahasa isyarat.
Melindungi bahasa isyarat, kata mereka, akan menjadi “cahaya harapan bagi masa depan komunitas tunarungu dan mereka yang memiliki gangguan pendengaran.”
Undang-undang ini mengharuskan pemerintah pusat dan daerah untuk:
-
Meningkatkan lingkungan belajar yang mendukung penggunaan bahasa isyarat,
-
Melestarikan dan mengembangkan budaya bahasa isyarat, termasuk dalam bidang teater dan seni tradisional,
-
Meningkatkan pemahaman publik mengenai bahasa isyarat,
-
Menyediakan anggaran khusus untuk mendukung berbagai inisiatif tersebut,
-
Menugaskan guru atau staf yang mahir dalam bahasa isyarat untuk memastikan siswa yang membutuhkannya bisa mendapatkan pendidikan yang layak.
Menurut Federasi Tunarungu Jepang, saat ini sudah ada peraturan daerah tentang promosi bahasa isyarat di 40 prefektur dan sekitar 550 kota/kabupaten.
Undang-undang ini disahkan menjelang Deaflympics pertama yang akan diselenggarakan di Jepang, sebuah ajang olahraga internasional bagi atlet tunarungu dan tuli, yang akan berlangsung di Tokyo dan wilayah lainnya. Sekitar 6.000 atlet dan ofisial dari 70 hingga 80 negara dan wilayah dijadwalkan akan berpartisipasi.
Sc : JT