Menu

Dark Mode
Gundam Base Pertama di AS Resmi Dibuka di Chicago, Hadirkan Produk Eksklusif dan Patung Gundam Setinggi 6 Kaki Mau Sewa Kimono? Bahasa Jepang untuk Dunia Penyewaan Kimono: Biar Lancar Saat Dressing & Photoshoot Jepang Luncurkan Bus Malam dengan Kursi Rata ala “Kapsul Tidur”, Nyaman untuk Perjalanan 10 Jam Code Geass Umumkan Anime Baru, Kolaborasi dengan Gundam Wing, dan Deretan Proyek Besar untuk Ulang Tahun ke-20 Gundam Hathaway Tayang Versi Re-Cut di TV, Sekaligus Umumkan Update Film Kedua Jepang Kembangkan Layanan Ride-Share Berbasis AI

Culture

Filosofi di Balik Urutan Nama Orang Jepang: Kenapa Marga Dulu, Baru Nama Asli?

badge-check


					Filosofi di Balik Urutan Nama Orang Jepang: Kenapa Marga Dulu, Baru Nama Asli? Perbesar

Dalam budaya Jepang, ketika memperkenalkan diri, orang akan menyebut nama keluarga (marga) terlebih dahulu, lalu nama pribadi. Contohnya, Tanaka Hiroshi — di mana Tanaka adalah nama keluarga, dan Hiroshi adalah nama depan. Ini mungkin terdengar terbalik bagi banyak orang Indonesia atau Barat yang terbiasa menyebut nama pribadi dulu, seperti Hiroshi Tanaka. Tapi di balik urutan itu, ada filosofi dan pandangan hidup yang mendalam.


1. Kolektif Lebih Penting dari Individu

Jepang adalah negara dengan budaya kolektivis yang kuat. Dalam masyarakat seperti ini, kelompok atau komunitas dianggap lebih penting daripada individu. Menyebut nama keluarga terlebih dahulu mencerminkan identitas seseorang sebagai bagian dari sebuah keluarga, klan, atau komunitas.

Urutan ini secara simbolis menunjukkan bahwa:


2. Sejarah dan Tradisi Feodal

Urutan nama ini juga berasal dari sistem feodal Jepang kuno. Dalam masa samurai dan bangsawan, nama keluarga adalah tanda status sosial dan asal-usul yang sangat penting. Bahkan, pada zaman dahulu hanya kalangan tertentu yang diizinkan memiliki nama keluarga.

Setelah Restorasi Meiji (akhir abad ke-19), semua warga Jepang diwajibkan memiliki nama keluarga dan sistem ini menjadi standar nasional — tetap mempertahankan urutan nama keluarga lebih dulu.


3. Cara Pandang terhadap Identitas Diri

Berbeda dari budaya individualistik, orang Jepang cenderung tidak menonjolkan diri secara pribadi. Oleh karena itu, menyebut nama belakang terlebih dahulu adalah bentuk kerendahan hati, seolah berkata:
“Saya bagian dari keluarga ini, bukan hanya diri saya sendiri.”


4. Kenapa Diubah dalam Bahasa Inggris?

Di banyak media internasional, nama Jepang sering dibalik agar sesuai dengan format Barat, contohnya dari Tanaka Hiroshi menjadi Hiroshi Tanaka. Ini dilakukan agar lebih mudah dipahami oleh audiens non-Jepang.

Namun, sejak 2020, pemerintah Jepang mendorong untuk mengembalikan penggunaan urutan asli (nama keluarga dulu) dalam penulisan nama Jepang di luar negeri, sebagai bentuk pelestarian budaya dan identitas nasional.


5. Contoh Nyata di Budaya Pop dan Sehari-hari

  • Di sekolah dan kantor, seseorang lebih sering dipanggil dengan nama keluarganya, bukan nama depan.

  • Dalam anime, manga, dan drama, karakter biasanya saling menyebut dengan nama belakang — kecuali jika sudah sangat akrab.

Misalnya:

“Kurosawa-san, arigatou gozaimasu.”
(Terima kasih, Tuan/Nyonya Kurosawa.)


Urutan nama dalam budaya Jepang bukan sekadar kebiasaan linguistik, tapi mencerminkan filosofi mendalam tentang keluarga, komunitas, dan kesopanan. Menempatkan nama keluarga di depan adalah cara orang Jepang menunjukkan rasa hormat terhadap asal-usul dan lingkungan sosialnya — sesuatu yang patut kita apresiasi dalam memahami cara pikir bangsa ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Read More

Shuin: Koleksi Stempel Kuil yang Ada Seninya

6 December 2025 - 17:30 WIB

Budaya “Oseibo” & “Ochūgen”: Hadiah Musiman sebagai Bentuk Terima Kasih ala Jepang

4 December 2025 - 18:30 WIB

Tsumami Zaiku: Seni Merangkai Bunga Kain untuk Hiasan Rambut Jepang

1 December 2025 - 16:45 WIB

Senpāi–Kōhai: Hirarki Sosial Jepang dari Sekolah hingga Dunia Kerja

22 November 2025 - 14:30 WIB

Miai: Perjodohan Ala Jepang yang Tetap Eksis di Era Dating App

21 November 2025 - 13:43 WIB

Trending on Culture