Jepang mencatat suhu tertinggi sepanjang sejarah sebesar 41,8 derajat Celsius pada Selasa (5 Agustus), mendorong pemerintah untuk mengimbau warga tetap di dalam ruangan serta menjanjikan langkah-langkah untuk mengurangi dampak cuaca ekstrem terhadap hasil panen padi.
Kota Isesaki di Prefektur Gunma mencatat rekor tersebut, melampaui suhu tertinggi sebelumnya yaitu 41,2 derajat Celsius yang dicatat minggu lalu di kota Tamba, Prefektur Hyogo, menurut Badan Meteorologi Jepang.
Di Tokyo, suhu tertinggi hari itu tercatat 40,4 derajat Celsius di Kota Ome.
“Hari ini panasnya membunuh,” ujar Takeshi Ishikawa, 63 tahun, seorang pekerja pabrik mobil yang sedang mengisi botol air di taman pusat kota Tokyo.
Lebih dari 53.000 orang telah dilarikan ke rumah sakit akibat heatstroke (serangan panas) selama musim panas ini, menurut data dari Badan Manajemen Kebakaran dan Bencana.
Rata-rata suhu di seluruh Jepang terus meningkat setelah mencatat rekor tertinggi pada bulan Juli tiga tahun berturut-turut. Di saat yang sama, wilayah timur laut di sepanjang Laut Jepang mengalami hujan sangat minim, memicu kekhawatiran terhadap hasil panen padi.
Suhu tinggi juga menyebabkan ledakan populasi serangga pengisap hama (stink bug) di beberapa daerah penghasil padi. Padahal, pemerintah akan mengadopsi kebijakan baru untuk meningkatkan produksi beras guna mencegah kekurangan di masa depan.
“Kita harus bertindak cepat dan dengan rasa krisis untuk mencegah kerusakan akibat suhu tinggi,” ujar Menteri Pertanian Shinjiro Koizumi dalam konferensi pers. Ia mengatakan pemerintah akan memberikan dukungan untuk pengendalian hama dan penanggulangan kekeringan.
Gelombang panas ekstrem pada 2023 sebelumnya telah merusak kualitas beras, menyebabkan kelangkaan tajam tahun lalu yang diperparah oleh kesalahan pemerintah dalam membaca kondisi pasokan dan permintaan. Hal ini memicu lonjakan harga beras secara nasional dan menciptakan krisis pangan di Jepang.
Sc : JT