Menu

Dark Mode
Jepang Pamerkan Teknologi Penangkap Karbon di Expo Osaka 💸 Belanja di Jepang Bisa Bebas Pajak! Ini Cara Klaim Tax-Free untuk Turis Empat Panda Raksasa di Jepang Akan Dipulangkan ke Tiongkok Juni Mendatang Operator Tokyo Disneyland Targetkan Penjualan 1 Triliun Yen pada 2035 Wanita Tertua di Jepang, Okagi Hayashi, Meninggal di Usia 115 Tahun Makanan untuk Roh? Budaya ‘Shojin Ryori’ di Kuil Jepang

Teknologi

Jepang Pamerkan Teknologi Penangkap Karbon di Expo Osaka

badge-check


					Jepang Pamerkan Teknologi Penangkap Karbon di Expo Osaka Perbesar

Pabrik uji terbesar di Jepang untuk teknologi direct air capture (DAC) — yang berfungsi menangkap karbon dioksida langsung dari atmosfer untuk melawan pemanasan global — saat ini telah beroperasi di Expo Osaka Kansai.

Pengunjung Expo dapat melakukan reservasi untuk tur fasilitas ini.

“Hutan Masa Depan”

Saat persiapan Expo Dunia berlangsung di Pulau Yumeshima, Distrik Konohana, Osaka, tiga perangkat berbentuk silinder putih terlihat dipasang di dekat paviliun pada pertengahan Maret.

Masing-masing perangkat berukuran 7 meter panjang dan 1,2 meter diameter, mampu menyerap 100 kilogram CO₂ dari udara per hari.

Secara keseluruhan, sistem tiga silinder ini mampu menyerap emisi setara 40 rumah tangga, atau setara dengan jumlah CO₂ yang diserap hutan seluas lima kali Stadion Baseball Koshien di Prefektur Hyogo.

Fasilitas ini masih dalam tahap penelitian. Namun, karena menggunakan listrik bebas karbon yang disuplai di area Expo, operasionalnya berkontribusi mengurangi jumlah CO₂ di atmosfer.

“Pameran ini menampilkan pabrik eksperimental yang benar-benar berfungsi,” kata Yoshiyuki Shimoda, Direktur Jenderal Research Institute of Innovative Technology for the Earth (RITE) saat peresmian fasilitas tersebut pada Maret.

“Ini adalah hutan masa depan,” tambah Shimoda.

RITE meneliti penggunaan amine untuk menangkap CO₂ di lingkungan seperti stasiun luar angkasa. Tantangan terbesarnya adalah mencapai kinerja penyerapan tinggi sambil melepaskan CO₂ di suhu rendah.

Cara Kerja Teknologi Ini

Sebuah kipas di dalam silinder menarik udara ke dalam sistem DAC melalui “mulut” berbentuk ular. Udara kemudian melewati struktur sarang lebah yang dilapisi amine — zat yang bereaksi dan menyerap CO₂.

Setelah CO₂ terserap, area sekitar sarang lebah disegel, lalu uap panas sekitar 60°C dipompa untuk melepaskan CO₂ dari amine.

CO₂ yang dilepaskan dikumpulkan, sehingga sarang amine bisa kembali digunakan.

Konsentrasi CO₂ yang diambil dari silinder DAC di Expo ini melampaui 95 persen.

Berbeda dari kebanyakan proyek DAC lain di dunia yang hanya mengubur CO₂, CO₂ yang dikumpulkan di Expo Osaka akan diubah menjadi bahan bakar.

CO₂ ini dikirim ke fasilitas Osaka Gas Co. di dekatnya, di mana ia bereaksi dengan hidrogen membentuk metana. Metana ini akan digunakan di aula resepsi resmi Expo untuk kompor gas dan kebutuhan lainnya.

Terobosan Lain di Expo

Tim dari Universitas Kyushu juga memamerkan mesin DAC mereka dengan membran tipis, bertujuan mengembangkan alat kecil yang bisa dipasang di berbagai tempat, bahkan rumah tangga.

“Kami ingin pengunjung melihat sistem futuristik kami, di mana siapa pun bisa mengumpulkan dan mendaur ulang CO₂ menjadi bahan bakar,” kata Prof. Shigenori Fujikawa dari Universitas Kyushu.

Universitas Nagoya juga memperkenalkan metode baru yang mengurangi konsumsi energi DAC dengan menggunakan efek pendinginan dari gas alam cair.

Penelitian Nagoya ini didanai oleh Moonshot Research and Development Program pemerintah Jepang.

Tantangan Besar: Efisiensi dan Biaya

Menurut National Institute for Environmental Studies, konsentrasi CO₂ di atmosfer tahun 2024 mencapai 421 ppm. Untuk menangkap satu ton CO₂, diperlukan jumlah udara sebesar volume Tokyo Dome, menuntut teknologi dan energi yang sangat besar.

Saat ini, teknologi CCS (carbon dioxide capture and storage) yang menangkap CO₂ dari cerobong pabrik lebih banyak digunakan karena lebih efisien.

Namun, DAC tetap penting karena mampu menangkap CO₂ dari atmosfer secara langsung, yang sulit dilakukan di sumber emisi tertentu seperti pesawat terbang.

Masalah besar lain adalah biaya: biaya pemulihan CO₂ saat ini diperkirakan 90.000 yen (sekitar Rp 9 juta) per ton. Untuk mencapai target netral karbon Jepang pada 2050, diperlukan sekitar 200 juta ton emisi negatif per tahun, yang berarti biaya 30 triliun yen (sekitar Rp 3.000 triliun).

Ada juga kritik bahwa DAC bisa dijadikan alasan untuk menunda upaya mengurangi emisi secara langsung.

“Konsumsi listrik akan terus meningkat, baik karena kebutuhan DAC maupun data center,” kata Katsunori Yogo, peneliti utama di RITE.

Yogo menegaskan bahwa masa depan energi harus mengutamakan:

  • Penggunaan energi terbarukan

  • Mengoperasikan sistem sulit dialiri listrik dengan hidrogen dan amonia

  • Memperluas penggunaan CCS

  • Menggunakan DAC hanya untuk emisi yang tidak bisa diatasi dengan cara lain

“Teknologi ini akan menjadi sangat penting di masa depan,” pungkas Yogo.

Dia juga mengajak masyarakat untuk mengunjungi Expo Osaka — yang berlangsung dari 13 April hingga 13 Oktober — untuk melihat langsung potensi teknologi masa depan.

Sc ; asahi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Read More

Demonstrasi “Mobil Terbang” di Expo Osaka Dihentikan Setelah Insiden

28 April 2025 - 18:10 WIB

Siap-siap Warga di Jepang Bakal Mulai Bisa Belanja Online di Tiktok Shop

28 April 2025 - 12:10 WIB

Pre Order Nintendo Switch 2 di Jepang Lampaui Pasokan

26 April 2025 - 17:10 WIB

Nintendo Switch 2 Tetap Rilis 5 Juni, Pre-Order Dibuka 24 April Setelah Penundaan Akibat Tarif AS

24 April 2025 - 13:47 WIB

Gundam Jadi Ikon Masa Depan di Expo 2025 Osaka!

18 April 2025 - 10:10 WIB

Trending on OTAKU