Jepang mengalami bulan Juni terpanas dalam sejarah, menurut Badan Meteorologi Jepang pada Selasa (1 Juli), di tengah gelombang panas ekstrem yang melanda berbagai belahan dunia akibat perubahan iklim.
Pekerja Asal Myanmar Gugat Restoran Ramen di Tokyo atas Gaji yang Tak Dibayar


“Suhu rata-rata bulanan di Jepang untuk bulan Juni adalah yang tertinggi sejak pencatatan dimulai pada tahun 1898,” kata badan tersebut.
Dengan sistem tekanan tinggi yang kuat menetap di wilayah Jepang sepanjang bulan, suhu rata-rata bulanan tercatat 2,34 derajat Celsius lebih tinggi dibandingkan nilai standar.
Suhu air laut di pesisir Jepang juga tercatat 1,2 derajat Celsius lebih tinggi dari biasanya, menyamai rekor tertinggi yang sebelumnya terjadi pada Juni 2024 sejak pencatatan dimulai tahun 1982.
Badan tersebut juga mengeluarkan peringatan yang kini menjadi hal rutin bagi warga Jepang: “Bulan depan diperkirakan juga akan diliputi panas ekstrem di seluruh negeri.”
Kasus Kekerasan terhadap Anak di Jepang Capai Rekor Baru pada 2024


Pengumuman ini muncul ketika para ilmuwan menyatakan bahwa perubahan iklim akibat ulah manusia membuat gelombang panas menjadi lebih intens, lebih sering, dan lebih luas jangkauannya.
Saat ini, gelombang panas brutal juga tengah melanda Eropa dari Prancis hingga Yunani. Serikat pesepakbola global, FIFPro, bahkan menyerukan penambahan waktu istirahat saat pertandingan Piala Dunia tahun depan guna mengurangi dampak panas ekstrem terhadap para atlet.
Ahli meteorologi Jepang memperingatkan agar tidak langsung mengaitkan kondisi cuaca tertentu—seperti kenaikan suhu dalam periode pendek—dengan perubahan iklim. Namun, mereka telah lama mengamati pola iklim yang berubah, yang menyebabkan fenomena cuaca menjadi semakin tidak terduga.
Jepang masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil impor, dan menurut para aktivis lingkungan, memiliki bauran energi paling “kotor” di antara negara-negara G7.
Pemerintah Jepang telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon sebesar 60 persen pada 2035 dan 73 persen pada 2040 dibandingkan tingkat tahun 2013, dengan target mencapai netralitas karbon pada 2050.
Musim panas tahun lalu juga tercatat sebagai yang terpanas sepanjang sejarah—menyamai rekor tahun 2023—diikuti oleh musim gugur terhangat sejak pencatatan dimulai 126 tahun lalu.
Para ahli juga memperingatkan bahwa bunga sakura, ikon Jepang, kini mekar lebih awal karena iklim yang lebih hangat. Bahkan dalam beberapa kasus, bunga tidak mekar sempurna karena musim gugur dan musim dingin yang terlalu hangat gagal memicu proses pembungaan.
Tudung salju di puncak Gunung Fuji juga mengalami keterlambatan terparah yang pernah tercatat—baru muncul awal November, padahal rata-ratanya adalah awal Oktober.
Pekan lalu, musim hujan di wilayah barat Jepang berakhir pada tanggal paling awal dalam sejarah, sekitar tiga minggu lebih cepat dari biasanya.
Topan-topan dahsyat saat musim panas telah rutin menyebabkan banjir parah, sementara gelombang panas brutal menyebabkan banyak lansia mengalami heat stroke hingga meninggal dunia.
Musim dingin yang semakin kering juga meningkatkan risiko kebakaran hutan. Awal tahun ini, wilayah utara Ofunato mengalami kebakaran hutan terbesar dalam tiga dekade terakhir.
Di sisi lain, beberapa wilayah justru mengalami curah salju ekstrem yang menyebabkan kecelakaan fatal, gangguan lalu lintas, dan risiko longsor salju yang lebih tinggi.
Sc : JT