Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba pada Senin menyatakan akan tetap menjabat untuk menghindari “kebuntuan politik”, meski koalisi yang dipimpinnya kehilangan mayoritas di kedua kamar parlemen usai kekalahan besar dalam pemilu majelis tinggi.
Jepang Akan Buka Pameran Pertama Ungkap Luka Batin Mantan Tentara Perang


Ishiba, yang juga memimpin Partai Demokrat Liberal (LDP), menegaskan pentingnya kesinambungan kepemimpinan di tengah “krisis nasional”, ketika rumah tangga terpukul oleh harga tinggi dan Jepang masih bernegosiasi dengan Amerika Serikat terkait ancaman tarif tinggi dari Presiden Donald Trump mulai 1 Agustus.
Kekalahan ini memperburuk posisi Ishiba. Hasil terburuk LDP dalam puluhan tahun di pemilu majelis tinggi memicu seruan dari internal partai agar ia mundur, sementara pihak oposisi mempertanyakan keputusan PM yang dianggap “mengabaikan suara rakyat”.
“Jalan di depan penuh duri. Saya akan memimpin pemerintahan dengan berdiskusi lebih hati-hati dengan partai-partai lain,” ujar Ishiba dalam konferensi pers di markas LDP di Tokyo, sehari setelah pemilu.
Kekalahan ini meningkatkan kemungkinan kebuntuan politik tanpa dukungan oposisi, karena majelis tinggi meski kekuasaannya lebih kecil dari majelis rendah tetap penting dalam pengesahan undang-undang dan kebijakan.
Ini adalah pertama kalinya sejak 1994 partai yang berkuasa kehilangan mayoritas di kedua kamar parlemen.
Ketika ditanya soal kemungkinan memperluas koalisi LDP dan Komeito dengan partai oposisi, Ishiba menolaknya “untuk saat ini”, namun terbuka berdiskusi tentang “seperti apa politik baru seharusnya berjalan”.
LDP dan Komeito gagal melampaui ambang mayoritas di majelis tinggi yang beranggotakan 248 orang. Setelah pemilu, jumlah kursi mereka turun dari 141 menjadi 122.
“Kita menghadapi situasi berat yang bisa disebut sebagai krisis nasional. Yang terpenting sekarang adalah mencegah kebuntuan politik,” tegasnya.
Politisi senior berusia 68 tahun ini mengakui “tanggung jawab berat”-nya atas hasil pemilu, tetapi menegaskan, “Saya akan memenuhi tanggung jawab saya kepada rakyat” yang tetap memilih LDP sebagai partai terbesar di parlemen.
Saat ditanya mengapa ia tidak mundur, padahal dulu ia mengkritik mantan PM Shinzo Abe yang bertahan usai kekalahan pemilu tahun 2007, Ishiba berkata, “Yang saya katakan saat itu adalah pentingnya mendapat pemahaman publik jika ingin melanjutkan tugas.”
Abe akhirnya mundur dua bulan kemudian.
Ishiba mengatakan belum akan mengganti pimpinan LDP meski mengalami kekalahan, tapi akan mempertimbangkan reshuffle pada September mendatang saat masa jabatan pimpinan LDP berakhir, termasuk perubahan kabinet.
Namun, masa depan jabatan Ishiba kini tidak pasti, dengan banyak anggota partai sendiri yang menentangnya. Shoji Nishida, politisi senior LDP, menyebut keputusan Ishiba untuk tetap menjabat sebagai “tidak masuk akal”.
Mantan Menteri Luar Negeri Taro Kono juga meminta Sekjen LDP Hiroshi Moriyama, tangan kanan Ishiba, untuk mundur sebagai bentuk tanggung jawab atas kekalahan ini.
Di sisi lain, partai oposisi seperti Partai Demokrat Rakyat (DPP) dan Sanseito mengalami lonjakan suara.
DPP yang menyerukan penurunan pajak konsumsi untuk mengatasi inflasi, kini memiliki 22 kursi, naik dari sebelumnya 9. Sanseito naik dari 2 menjadi 15 kursi, sebagian besar dari pemilih muda yang mendukung agenda populis dan nasionalis, termasuk pembatasan jumlah warga asing.
Pimpinan DPP, Yuichiro Tamaki, meminta PM Ishiba menyampaikan “visi yang jelas” jika ingin tetap menjabat. “Dia tidak menanggapi suara rakyat dengan serius,” katanya.
Partai Demokrat Konstitusional Jepang (CDPJ) mempertahankan 38 kursi, sementara Partai Inovasi Jepang (JIP) naik menjadi 19 kursi.
Ketua CDPJ Yoshihiko Noda mempertanyakan keputusan PM. “Apakah dia masih akan bertahan sebagai perdana menteri tanpa memperhatikan kehendak rakyat? Pemilih tidak akan terima,” ujarnya.
Anggota majelis tinggi menjabat enam tahun tanpa bisa dibubarkan oleh perdana menteri. Separuh kursi dipilih setiap tiga tahun.
Sesi luar biasa parlemen direncanakan dibuka pada 1 Agustus. Partisipasi pemilih tercatat 58,51%, naik dari 52,05% pada pemilu 2022, dengan rekor 26 juta suara diberikan secara awal.
Sc ; KN