Sebuah penerbit Jepang, Shinchosha, pada Senin (4/8) menyampaikan permintaan maaf resmi atas kolom yang terbit di edisi 31 Juli majalah mingguan mereka, “Shukan Shincho”, yang menuai kritik karena dianggap diskriminatif terhadap warga berdarah asing dan mempromosikan xenofobia.
Kolom tersebut ditulis oleh jurnalis Masayuki Takayama, yang menyinggung isu naturalisasi dan menyerang penulis Ushio Fukazawa, yang berasal dari keturunan Korea, karena telah mengkritik sikap diskriminatif di Jepang.
“Kami menyampaikan permintaan maaf yang tulus. Kami sangat menyadari dan bertanggung jawab atas kekurangan kami sebagai penerbit,” tulis Shinchosha dalam pernyataan resminya.
Mereka menambahkan bahwa meskipun kebebasan berekspresi sangat penting, “cakupan dari kebebasan itu bergantung pada konteks sosial dan waktu, serta subjek yang dibahas.”
Dalam konferensi pers yang diadakan di hari yang sama, Fukazawa menyatakan, “Saya membayangkan betapa takutnya orang-orang yang berasal dari latar belakang asing membaca kolom seperti itu.” Ia juga berharap agar Jepang tetap menjadi negara yang inklusif, di mana semua orang bisa hidup dengan kebanggaan atas identitas mereka.
Sekitar 40 tokoh publik, termasuk novelis Natsuo Kirino dan mangaka Akiko Higashimura, juga menyampaikan kecaman atas isi kolom tersebut.
Takayama dalam tulisannya juga menyindir model Kiko Mizuhara, yang pernah menuduh seorang produser Jepang melakukan pelecehan seksual. Ia menulis bahwa Mizuhara “lahir dari orang tua Amerika dan Korea, dan sama sekali tidak memiliki hubungan dengan Jepang,” serta mempertanyakan penggunaan nama Jepang oleh mereka yang berasal dari luar.
Komentar itu dianggap sebagai bentuk penolakan terhadap identitas multikultural, dan mengandung nada bahwa hanya orang dengan “darah Jepang murni” yang pantas bersuara tentang negeri itu.
Sebagai catatan, ini bukan pertama kalinya Shinchosha menuai kritik. Pada 2018, majalah bulanan mereka, “Shincho 45”, dihentikan penerbitannya setelah menerbitkan artikel yang menghina komunitas LGBT.
Sc : KN