Keputusan pemerintah Jepang untuk membuat biaya sekolah menengah atas (SMA) hampir gratis, termasuk untuk sekolah swasta, menimbulkan kekhawatiran di kalangan guru dan pakar pendidikan.
Tujuan kebijakan ini adalah meringankan beban orang tua di tengah inflasi. Namun, banyak pihak khawatir hal ini justru akan membuat banyak siswa pindah ke sekolah swasta, sehingga sekolah negeri kekurangan murid dan semakin tertinggal.
Selama ini, SMA negeri berperan sebagai “jaring pengaman” bagi siswa dengan berbagai latar belakang, termasuk mereka yang butuh perhatian khusus atau datang dari keluarga kurang mampu. Namun, banyak SMA negeri sudah menghadapi masalah seperti beban kerja guru yang tinggi, murid yang sering bolos, atau kasus bullying.
Contohnya di SMA Itsukaichi di pinggiran Tokyo, guru Shunsuke Nakamura berusaha keras mengajar dengan metode yang mendekatkan diri ke murid, meski beban kerjanya bertambah. Sekolah ini punya sekitar 260 murid, termasuk siswa dengan disabilitas perkembangan atau masalah ekonomi.
Sayangnya, promosi sekolah ini masih kurang, sehingga belum banyak orang tahu program-program uniknya.
Di sisi lain, SMA negeri internasional Kokusai di Shibuya justru punya keunggulan karena siswanya datang dari berbagai negara dan keluarga yang pernah tinggal di luar negeri. Para siswa sering memamerkan kemampuan bahasa asingnya melalui pidato dan presentasi multibahasa.
Namun, sekolah ini juga mengaku jumlah pendaftar menurun sejak kebijakan bebas biaya berlaku, karena siswa lebih banyak memilih sekolah swasta yang menawarkan program global serupa.
Kebijakan subsidi penuh ini lahir dari kompromi politik antara partai penguasa LDP dan partai oposisi JIP, dan akan diterapkan penuh pada tahun ajaran 2026. Batas penghasilan keluarga penerima bantuan juga dihapuskan, dan besaran subsidi untuk sekolah swasta dinaikkan agar mendekati biaya rata-rata.
Di Tokyo dan Osaka, di mana kebijakan ini sudah lebih dulu berjalan, sudah terlihat pergeseran siswa dari sekolah negeri ke sekolah swasta.
Para ahli menilai kebijakan ini hanya fokus pada meringankan biaya, tapi tidak diiringi rencana untuk memperkuat sekolah negeri agar tetap bisa bersaing dan menjadi penyangga bagi siswa dari semua kalangan.
“Negara harus memberi dukungan berupa dana dan guru tambahan untuk sekolah negeri,” kata Hideyuki Konyuba, pakar kebijakan pendidikan dari Universitas Teikyo. Ia juga menekankan perlunya visi jangka panjang untuk sistem SMA di Jepang, yang meski tidak wajib secara hukum, pada praktiknya hampir semua lulusan SMP melanjutkan ke SMA.
Sc : KN