Tokyo Game Show, salah satu ajang game terbesar di dunia, resmi dibuka pada Kamis dengan rekor 1.136 peserta pameran dari Jepang maupun mancanegara. Acara ini menyoroti semakin besarnya peran pengembang independen (indie) dengan game inovatif berbudget kecil, serta meningkatnya penerapan kecerdasan buatan (AI) dalam industri game.
Menurut penyelenggara, Asosiasi Pemasok Hiburan Komputer, sekitar 250.000 pengunjung diperkirakan hadir dalam acara empat hari di Makuhari Messe, Chiba, dekat Tokyo.
Jumlah peserta tahun ini melampaui rekor 985 tahun lalu, dengan 615 peserta dari luar negeri dan 521 dari Jepang. Lebih dari 1.200 judul game akan dipamerkan.
Beberapa nama besar turut hadir, seperti Sony Interactive Entertainment yang mendemokan game PlayStation terbarunya “Ghost of Yotei” (rilis bulan depan), serta Capcom dengan seri terbaru “Biohazard” yang dijadwalkan rilis Februari mendatang.
Salah satu fokus utama tahun ini adalah “indie games”, karya pengembang kecil maupun individu. Melalui program “Selected Indie 80”, sebanyak 80 judul terpilih dari rekor 1.365 pengajuan ditampilkan di ajang ini.
Salah satu pesertanya adalah Yu Ikeda (45), seorang insinyur game yang mengembangkan game simulator golf “Near Pin Go” secara mandiri. Game ini hanya memerlukan Apple Watch untuk dimainkan, di mana pemain bisa menetapkan lokasi target nyata sebagai lapangan golf virtual.
“Hal terbaik adalah saya bisa bebas menciptakan apa yang menurut saya menyenangkan, tidak seperti studio besar yang melibatkan lebih dari 100 orang untuk satu proyek,” ujar Ikeda.
Game indie asal Jepang “The Exit 8”, yang sukses besar sebagai walking simulator, bahkan sudah diadaptasi menjadi film tahun ini.
Menurut analis senior SMBC Nikko Securities, Eiji Maeda, game indie semakin dilirik karena kreator bisa merilis genre baru secara online. “Ada peluang lahirnya smash hit secara tiba-tiba, karena karya kini dirilis lewat platform digital, bukan hanya penjualan konvensional,” jelasnya.
Selain itu, paviliun teknologi AI juga jadi sorotan. Startup asal Swiss, Ovomind, memamerkan perangkat AI yang dapat membaca emosi pemain lewat suhu tubuh, detak jantung, dan keringat melalui gelang pintar. Data ini kemudian diintegrasikan ke dalam game.
Misalnya, dalam game tembak-menembak, pemain yang lebih tenang bisa mendapat akurasi lebih tinggi. “Kami bisa mendeteksi delapan emosi, dari stres hingga cemas. Data ini bisa dipakai studio untuk analitik dan menciptakan pengalaman game baru,” kata CEO Ovomind, Yann Frachi.
Industri game sendiri kian berpengaruh bagi ekonomi Jepang. Menurut asosiasi, nilai pasarnya tumbuh 1,5 kali lipat menjadi 31 triliun yen dalam lima tahun hingga 2024.
Tokyo Game Show pertama kali digelar pada 1996 dan kini sejajar dengan Gamescom di Jerman sebagai salah satu event game terbesar dunia. Dua hari pertama acara dikhususkan untuk media dan industri, sementara publik bisa hadir pada Sabtu dan Minggu.
Sc : JT