Menu

Dark Mode
Wagasa: Payung Kertas Tradisional yang Masih Dibuat Manual Jepang Siap Luncurkan Satelit Baru untuk Sempurnakan Sistem Navigasi Sendiri Ending Tanpa Kredit ‘Record of Ragnarok III’ Resmi Dirilis, Tiga Seiyuu Baru Diumumkan Anime The Darwin Incident Umumkan Lagu Pembuka oleh Official HIGE DANDISM, Tayang Januari 2026 Partai LDP Susun Usulan Baru untuk Tangani Kejahatan yang Melibatkan Warga Asing di Jepang Feri di Jepang Mulai Beroperasi dengan Teknologi Navigasi Otonom, Pertama di Dunia

Culture

Wagasa: Payung Kertas Tradisional yang Masih Dibuat Manual

badge-check


					Wagasa: Payung Kertas Tradisional yang Masih Dibuat Manual Perbesar

Di tengah hiruk-pikuk Jepang modern yang serba digital, ada satu benda klasik yang tetap memancarkan aura keanggunan masa lampau: wagasa, payung kertas tradisional Jepang. Meski bentuknya sederhana, wagasa menyimpan warisan panjang tentang seni, teknik, dan filosofi hidup masyarakat Jepang yang menghargai detail kecil.

Asal-usul Wagasa: Dari China, Menjadi Ikon Jepang

Wagasa pertama kali diperkenalkan dari Tiongkok berabad-abad lalu. Namun seiring waktu, masyarakat Jepang mengembangkan teknik, desain, dan fungsi yang membuatnya berbeda. Wagasa bukan sekadar alat pelindung dari hujan—di Jepang, ia berkembang menjadi benda budaya yang terkait dengan upacara teh, kabuki, dan tarian tradisional.

Payung ini menjadi simbol kesopanan, keindahan, dan status sosial pada zamannya. Bahkan sampai sekarang, wagasa masih sering muncul dalam festival, foto prewedding kimono, hingga pertunjukan seni.

Dibuat Sepenuhnya dengan Tangan

Yang membuat wagasa istimewa adalah proses pembuatannya yang 100% manual. Tidak ada mesin modern—semuanya mengandalkan keterampilan pengrajin (shokunin) yang dilatih bertahun-tahun.

Secara umum, sebuah wagasa terdiri dari:

  • Rangka bambu yang diukir satu per satu

  • Kertas washi yang kuat dan tahan air

  • Benang katun untuk memperkuat struktur

  • Minyak alami (biasanya minyak biji rami) yang membuatnya tahan hujan

Butuh waktu berhari-hari hingga berminggu-minggu untuk menyelesaikan satu payung. Setiap tahap, dari memilih bambu hingga mengecat pola, dilakukan dengan ketelitian ekstrem—contoh nyata dari filosofi monozukuri, yaitu kebanggaan dalam membuat sesuatu dengan sepenuh hati.

Jenis-Jenis Wagasa

Ada beberapa bentuk wagasa yang fungsinya berbeda-beda:

  • Bangasa (番傘)
    Lebih kokoh, sederhana, dan sering digunakan untuk keperluan sehari-hari.

  • Janomegasa (蛇の目傘)
    Memiliki pola lingkaran menyerupai mata ular—sering dipakai dalam tari tradisional.

  • Higasa (日傘)
    Payung untuk melindungi dari sinar matahari, biasanya lebih tipis dan dekoratif.

  • Maigasa (舞傘)
    Dipakai dalam tarian, dengan desain yang lebih ringan dan artistik.

Setiap jenis punya keindahannya sendiri, dan pengrajin biasanya berspesialisasi pada salah satu bentuk saja.

Makna Estetika dan Simbolik

Dalam budaya Jepang, wagasa lebih dari sekadar alat. Ia melambangkan:

  • Keanggunan tradisional

  • Keseimbangan antara fungsi dan seni

  • Penghargaan terhadap material alami

  • Rasa hormat terhadap alam dan perubahan musim

Gerimis halus, kimono yang mengalir, dan wagasa di tangan seseorang menciptakan gambaran klasik Jepang yang sulit digantikan apa pun.

Wagasa di Era Modern: Antara Seni dan Souvenir

Meski payung modern lebih praktis, wagasa masih bertahan sebagai:

  • Aksesori foto kimono

  • Properti teater dan tari

  • Dekorasi interior

  • Souvenir premium dari Kyoto dan Gifu

Beberapa pengrajin bahkan bekerja sama dengan desainer muda untuk membuat wagasa edisi modern yang tetap setia pada teknik tradisi, tetapi tampil lebih segar.

Simbol Keindahan yang Tidak Tergerus Waktu

Wagasa adalah bukti bahwa tradisi bisa bertahan jika dirawat dengan hati. Ia mengajarkan bahwa keindahan tidak selalu datang dari hal besar—kadang justru dari detail kecil yang dibuat dengan kesabaran dan ketulusan. Di dunia yang serba cepat, wagasa menghadirkan sejenak ketenangan dan nostalgia akan masa ketika manusia dan kerajinan berjalan berdampingan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Read More

Shuin: Koleksi Stempel Kuil yang Ada Seninya

6 December 2025 - 17:30 WIB

Budaya “Oseibo” & “Ochūgen”: Hadiah Musiman sebagai Bentuk Terima Kasih ala Jepang

4 December 2025 - 18:30 WIB

Tsumami Zaiku: Seni Merangkai Bunga Kain untuk Hiasan Rambut Jepang

1 December 2025 - 16:45 WIB

Senpāi–Kōhai: Hirarki Sosial Jepang dari Sekolah hingga Dunia Kerja

22 November 2025 - 14:30 WIB

Miai: Perjodohan Ala Jepang yang Tetap Eksis di Era Dating App

21 November 2025 - 13:43 WIB

Trending on Culture