Imbauan kewaspadaan terkait meningkatnya risiko gempa kuat susulan dicabut pada tengah malam hari Senin, menyusul gempa bermagnitudo 7,5 yang mengguncang wilayah Jepang utara dan timur laut sepekan sebelumnya.
Meski warga tidak lagi diminta untuk selalu siap mengungsi sewaktu-waktu, pemerintah tetap mengimbau masyarakat agar terus melakukan langkah-langkah kesiapsiagaan bencana, termasuk menyiapkan dan menyimpan persediaan darurat.
Badan Meteorologi Jepang (JMA) sebelumnya untuk pertama kalinya mengeluarkan peringatan khusus yang mencakup 182 munisipalitas di tujuh prefektur, dari Hokkaido hingga Chiba di timur Tokyo, karena meningkatnya risiko terjadinya gempa besar lanjutan.
Selama masa satu pekan peringatan tersebut, tidak terjadi gempa besar lanjutan. Namun, hingga pukul 14.00 hari Senin, tercatat 40 gempa dengan intensitas 1 atau lebih pada skala intensitas seismik tujuh tingkat Jepang, menurut JMA.
Gempa utama bermagnitudo 7,5 terjadi larut malam pada 8 Desember di lepas pantai timur Prefektur Aomori, pada kedalaman sekitar 54 kilometer. Gempa ini mendorong JMA mengeluarkan peringatan tsunami untuk sebagian wilayah Hokkaido, Aomori, dan Iwate.
Hingga hari Senin, pemerintah melaporkan total 46 orang mengalami luka-luka akibat bencana tersebut. Sementara itu, berdasarkan penghitungan Kyodo News, lebih dari 9.000 orang sempat mengungsi.
Pada 9 Desember, sehari setelah gempa, layanan kereta peluru di jalur Tohoku Shinkansen antara Stasiun Morioka dan Shin-Aomori sempat dihentikan sementara. Selain itu, lebih dari 300 sekolah terpaksa diliburkan selama satu hari.
Sistem peringatan ini, yang dikenal sebagai “Advisory Gempa Susulan Lepas Pantai Hokkaido dan Sanriku”, mulai diberlakukan pada Desember 2022. Sistem tersebut dikembangkan berdasarkan pelajaran dari gempa dahsyat bermagnitudo 9,0 yang melanda Jepang timur laut pada 11 Maret 2011, yang kemudian disusul gempa bermagnitudo 7,3. Peringatan ini tidak mewajibkan evakuasi pencegahan.
Peristiwa ini menjadi respons bencana besar pertama di bawah pemerintahan Perdana Menteri Sanae Takaichi, yang resmi diluncurkan pada Oktober lalu.
Seorang anggota parlemen oposisi menyoroti bahwa setelah peringatan dikeluarkan, “warga di daerah terdampak tidak tahu apa yang seharusnya mereka lakukan untuk bersiap menghadapi situasi seperti ini.”
Takaichi, yang saat ini tinggal di perumahan anggota majelis rendah di distrik Akasaka, Tokyo, berencana segera pindah ke kediaman yang bersebelahan dengan kantor perdana menteri agar dapat menangani krisis dengan lebih cepat dan efektif.
Sc : KN







