Pemerintahan Perdana Menteri Sanae Takaichi, bekerja sama dengan koalisi partai berkuasa, tengah mempertimbangkan pengetatan kebijakan imigrasi sebagai bagian dari penataan kebijakan bagi penduduk asing. Rencana komprehensif tersebut dijadwalkan akan difinalisasi pada Januari 2026, dengan sejumlah kategori visa dan langkah konkret mulai mengemuka.
Pada akhir 2015, jumlah penduduk asing di Jepang sekitar 2,23 juta orang. Hingga akhir Juni tahun ini, angka tersebut meningkat menjadi sekitar 3,95 juta orang, naik 1,7 kali lipat dalam kurun 10 tahun. Penduduk asing kini mencakup sekitar 3 persen dari total populasi Jepang. Diperkirakan, angka tersebut akan melampaui 10 persen—rata-rata negara OECD—pada tahun 2070.
Namun, mantan Menteri Kehakiman Keisuke Suzuki menyatakan pada Agustus lalu bahwa jika tren saat ini berlanjut, ambang 10 persen itu bisa tercapai lebih cepat. Partai Demokrat Liberal (LDP) dan Partai Inovasi Jepang (Nippon Ishin) bahkan mencantumkan istilah “pengelolaan kuantitatif” dalam perjanjian koalisi mereka, yang berarti jumlah penduduk asing dapat disesuaikan apabila proporsinya dinilai terlalu tinggi.
Dalam konteks tersebut, penguatan pengelolaan izin tinggal sedang dikaji. Sasaran utama adalah status “permanent resident” (penduduk tetap), kategori visa yang paling banyak dimiliki. Hingga Juni, sekitar 930 ribu orang berstatus permanent resident, atau sekitar 23 persen dari total penduduk asing.
Pemegang status permanent resident dapat tinggal tanpa batas waktu dan tidak memiliki pembatasan pekerjaan. Untuk memperolehnya, seseorang harus memenuhi sejumlah syarat, seperti berkelakuan baik, memiliki aset atau kemampuan yang cukup untuk hidup mandiri, serta umumnya telah tinggal di Jepang selama 10 tahun atau lebih. Pemerintah kini mempertimbangkan untuk secara efektif menaikkan standar penghasilan minimum dan menambahkan syarat baru berupa “tingkat kemampuan bahasa Jepang tertentu.”
Selain itu, ada rencana untuk menaikkan secara efektif masa tinggal minimum yang dibutuhkan untuk mengajukan kewarganegaraan Jepang dari “lima tahun atau lebih” menjadi “10 tahun atau lebih,” setara dengan syarat pengajuan permanent resident. Langkah ini muncul setelah adanya kritik bahwa memperoleh kewarganegaraan selama ini dinilai jauh lebih cepat dibandingkan memperoleh status penduduk tetap.
Kategori visa terbanyak kedua, yaitu “Engineer/Specialist in Humanities/International Services,” juga sedang ditinjau. Visa ini memungkinkan pemegangnya bekerja di bidang yang membutuhkan keahlian teknis atau pengetahuan khusus, seperti penerjemahan atau desain. Sekitar 450 ribu orang, atau 11 persen dari penduduk asing, memegang status ini per Juni. Namun, terdapat kasus di mana pemegang visa tersebut bekerja di pekerjaan tidak terampil, sehingga pemerintah berencana memperketat pengawasan terhadap pelanggaran pekerjaan, termasuk dengan mengambil langkah di sisi perusahaan pemberi kerja.
Pemerintah juga tengah menyiapkan sistem untuk menolak perpanjangan atau perubahan visa bagi pemohon yang memiliki tunggakan premi Asuransi Kesehatan Nasional (National Health Insurance/NHI), yang wajib diikuti oleh penduduk asing yang tinggal lebih dari tiga bulan.
Dalam peninjauan kebijakan penduduk asing ini, pemerintahan Takaichi berencana memanfaatkan jaringan Badan Digital agar Badan Layanan Imigrasi dapat mengakses data tunggakan premi yang dikelola pemerintah daerah. Saat ini, informasi pembayaran penduduk asing belum dapat dikumpulkan secara terpusat. Peningkatan sistem direncanakan mulai 2026 dan diterapkan secara nasional paling lambat Juni 2027. Tunggakan iuran pensiun nasional juga dipertimbangkan untuk dimasukkan dalam penilaian izin tinggal.
Menurut survei Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan terhadap sekitar 150 pemerintah daerah, tingkat pembayaran NHI oleh penduduk asing hanya 63 persen, jauh di bawah tingkat pembayaran keseluruhan penduduk—termasuk warga Jepang—yang mencapai 93 persen.
Langkah-langkah untuk menangani tunggakan biaya medis juga tengah dipercepat. Saat ini, informasi dibagikan kepada Badan Layanan Imigrasi apabila tunggakan melebihi 200 ribu yen. Namun, pemerintah sedang menyiapkan penurunan ambang batas tersebut menjadi 10 ribu yen. Informasi ini nantinya akan digunakan dalam proses pemeriksaan masuk kembali ke Jepang, termasuk bagi pengunjung jangka pendek seperti wisatawan.
Sc : mainichi








