Pemerintah Prefektur Mie sedang mempertimbangkan untuk kembali menerapkan aturan yang mewajibkan pegawainya memiliki kewarganegaraan Jepang. Langkah ini dipertimbangkan untuk mencegah kebocoran informasi sensitif, menurut pejabat prefektur pada hari Rabu.
Pemerintah prefektur akan mengambil keputusan akhir setelah mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk hasil survei yang akan dilakukan terhadap sekitar 10.000 warga terkait isu tersebut.
Sebagai contoh potensi risiko, pemerintah prefektur menyinggung Undang-Undang Intelijen Nasional China. Undang-undang yang diberlakukan pada tahun 2017 itu mewajibkan warga negara dan organisasi China untuk membantu badan intelijen negaranya.
Informasi yang dikhawatirkan bocor mencakup data pribadi warga, rahasia dagang di sektor pertanian, hingga informasi terkait penanggulangan bencana.
Untuk menjadi pegawai negeri sipil tingkat nasional di Jepang, kandidat pada prinsipnya diwajibkan memiliki kewarganegaraan Jepang, sesuai dengan aturan Badan Kepegawaian Nasional.
Namun, pada tahun fiskal 1999, Prefektur Mie menghapus syarat kewarganegaraan bagi pegawainya demi mendorong integrasi sosial warga asing. Meski begitu, beberapa posisi tertentu tetap dikecualikan, seperti pekerjaan yang berkaitan dengan pemungutan pajak.
Sejak tahun fiskal 2005—saat data mulai dicatat—sebanyak sembilan warga negara asing telah direkrut, terutama di bidang profesi khusus. Dari jumlah tersebut, satu orang masih aktif bekerja sebagai petugas kesehatan.
Saat ini, dari 49 jenis jabatan di pemerintahan Prefektur Mie, sebanyak 44 di antaranya tidak mensyaratkan kewarganegaraan Jepang. Bahkan jika aturan kewarganegaraan Jepang kembali diberlakukan, petugas kesehatan asing tersebut akan tetap dipertahankan, menurut pejabat prefektur.
Dari total 47 prefektur di Jepang, Mie dan 11 prefektur lainnya—termasuk Kanagawa dan Osaka—saat ini tidak menerapkan syarat kewarganegaraan untuk perekrutan pegawai di departemen dan biro yang berada langsung di bawah pengawasan gubernur prefektur.
Sc : JT








