Honda Motor Co. melaporkan penurunan laba sebesar 24,5% untuk tahun fiskal yang berakhir pada Maret, terutama akibat penurunan penjualan kendaraan di Tiongkok dan dampak tarif baru yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump. Produsen mobil asal Jepang itu memperingatkan bahwa beban tarif ini akan memperburuk kinerja keuangan mereka pada tahun depan.
Dalam laporan yang dirilis Selasa (14/5), Honda mencatatkan laba tahunan sebesar 835,8 miliar yen (sekitar $5,6 miliar), turun dari 1,1 triliun yen pada tahun fiskal sebelumnya. Penjualan tahunan masih naik 6,2%, mencapai hampir 21,69 triliun yen ($147 miliar).
Meski penjualan sepeda motor global mencetak rekor dengan lebih dari 21 juta unit, dan penjualan kendaraan hybrid juga mencatat hasil baik (terutama di pasar AS), Honda tetap terpukul oleh biaya riset dan pengembangan yang tinggi serta melemahnya pasar Tiongkok.
Wakil Presiden Eksekutif Noriya Kaihara mengatakan bahwa tarif Trump diperkirakan akan menghapus 650 miliar yen ($4,4 miliar) dari laba operasional untuk tahun fiskal berikutnya (hingga Maret 2026). Tarif tersebut terutama dikenakan pada kendaraan dari Kanada dan Meksiko, dua negara tempat Honda memiliki pabrik besar. Sebaliknya, ekspor langsung dari Jepang ke AS dianggap tidak signifikan.
Honda memperkirakan penurunan laba drastis sebesar 70% pada tahun fiskal mendatang, dengan laba hanya 250 miliar yen ($1,7 miliar) dan penurunan penjualan menjadi 20,3 triliun yen ($137 miliar), turun 6%.
CEO Honda Toshihiro Mibe menekankan bahwa perusahaan akan berupaya meminimalkan dampak tarif dengan memindahkan produksi ke pabrik di AS dan mengevaluasi ulang rencana investasi global mereka. Ia mengakui bahwa semua keputusan akan diambil dengan “sangat hati-hati”.
Mibe juga menegaskan bahwa Honda tetap berkomitmen untuk meningkatkan produksi kendaraan listrik (EV), meskipun menghadapi tantangan dari kebijakan Trump yang tidak ramah terhadap mobil listrik. Beberapa produsen otomotif lainnya bahkan mulai mengurangi target elektrifikasi karena ketidakpastian regulasi dan pasar.
Sebelumnya, Honda sempat menjajaki kerja sama dengan Nissan dan Mitsubishi Motors untuk membentuk perusahaan induk bersama. Namun, rencana tersebut gagal setelah Nissan menyatakan mundur karena merasa tidak diuntungkan.
Di tengah ketidakpastian geopolitik dan pasar, Honda kini menghadapi tantangan berat dalam mempertahankan daya saing dan profitabilitasnya — sekaligus menjaga komitmen menuju masa depan yang lebih ramah lingkungan.
Sc : mainichi







