Gambar-gambar hasil kecerdasan buatan (AI) yang meniru gaya khas Studio Ghibli tengah viral di media sosial, termasuk di Indonesia. Fenomena ini memicu perdebatan sengit mengenai hak cipta dan dampaknya terhadap industri seni global.
OpenAI, perusahaan di balik ChatGPT, baru saja meluncurkan fitur pembuatan gambar terbaru dalam platform ChatGPT-4o. Fitur ini memungkinkan pengguna menghasilkan gambar dengan berbagai gaya, termasuk fotografi dan animasi—salah satunya dengan nuansa mirip film-film Studio Ghibli.
Sejak diluncurkan, gambar-gambar bergaya Ghibli buatan AI ini membanjiri internet. Pengguna memanfaatkannya untuk mengubah swafoto, hewan peliharaan, hingga tokoh politik menjadi versi anime dengan ciri khas Ghibli: warna cerah, mata besar, dan nuansa dongeng yang magis.
Dukungan CEO hingga Kritik Pedas
Sam Altman, CEO OpenAI, turut mempopulerkan tren ini dengan mengunggah gambar dirinya dan staf OpenAI dalam gaya anime Ghibli di akun X (Twitter). Ia memuji insinyur OpenAI, Gabriel Goh, sebagai pengembang utama fitur ini.
Tak hanya Altman, Elon Musk juga ikut meramaikan dengan membagikan gambar dirinya sebagai karakter Rafiki dari The Lion King yang menggendong anjing kecil—sebuah parodi lucu yang langsung menjadi sorotan.
Studio Ghibli: Legenda Animasi yang Diperdebatkan
Studio Ghibli, didirikan oleh Hayao Miyazaki dan Isao Takahata pada 1985, dikenal lewat karya-karya penuh makna seperti Spirited Away dan My Neighbor Totoro. Film-filmnya memenangkan berbagai penghargaan bergengsi, termasuk Oscar dan Golden Globe.
Namun, kesuksesan Ghibli justru membuat tren gambar AI ini menuai kritik. Banyak netizen mengecam penggunaan AI yang dianggap “mencuri” gaya seniman tanpa izin. Salah satu komentar viral di X menyatakan, “Studio Ghibli bekerja keras puluhan tahun, tapi kini AI bisa meniru dalam hitungan detik. Ini pencurian kreativitas.”
Respons Miyazaki yang Tegas
Kontroversi ini mengingatkan kembali pada pernyataan keras Hayao Miyazaki tentang AI pada 2016. Saat melihat demo animasi AI yang menampilkan gerakan mengerikan, Miyazaki menyebutnya “menjijikkan” dan “penghinaan terhadap kehidupan.” Ia menegaskan komitmennya untuk tidak menggunakan teknologi semacam itu dalam karyanya.
Efek Viral di Indonesia
Di Indonesia, gambar AI bergaya Ghibli juga ramai diperbincangkan. Beberapa akun mengubah momen bersejarah—seperti proklamasi kemerdekaan, lengsernya Soeharto, hingga pelantikan Prabowo-Gibran—menjadi versi anime. Meski banyak yang terkesan, tidak sedikit yang mengecamnya sebagai bentuk ketidakpedulian terhadap hak cipta.
Pertanyaan Besar: Seni AI = Karya atau Plagiat?
Fenomena ini memunculkan pertanyaan mendasar: Di mana batas antara terinspirasi dan menjiplak? Apakah seni AI bisa disebut orisinal jika gayanya “dipinjam” dari seniman lain? Sementara sebagian melihat AI sebagai alat kreatif baru, yang lain khawatir ini akan menggerus nilai seni tradisional.
Dengan teknologi AI yang kian canggih, perdebatan ini diprediksi akan terus memanas—tak hanya di kalangan netizen, tetapi juga di ranah hukum dan etik global.