Jika unagi (belut panggang) biasanya disajikan langsung di atas nasi dan dimakan begitu saja, Hitsumabushi dari Nagoya menawarkan pengalaman yang jauh lebih menarik. Hidangan khas Prefektur Aichi ini bukan hanya soal rasa, tapi juga cara makan bertahap yang membuat satu porsi unagi terasa seperti tiga hidangan berbeda.
Apa Itu Hitsumabushi?
Hitsumabushi (ひつまぶし) adalah hidangan nasi dengan unagi kabayaki (belut panggang saus manis) yang dipotong kecil-kecil dan disajikan di atas nasi hangat dalam wadah kayu atau mangkuk besar.
Nama “hitsu” merujuk pada wadah kayu tradisional, sementara “mabushi” berarti “menaburkan”.
Sekilas terlihat sederhana, tapi keistimewaannya terletak pada ritual makannya.
Cara Makan Bertahap yang Jadi Ciri Khas
Hitsumabushi asli Nagoya dimakan dalam tiga hingga empat tahap, dan setiap tahap memberikan sensasi rasa yang berbeda:
-
Tahap pertama:
Dimakan polos, hanya nasi dan unagi, untuk menikmati rasa asli belut panggang dan saus kabayaki-nya. -
Tahap kedua:
Ditambahkan topping seperti daun bawang, nori, dan wasabi. Rasa jadi lebih segar dan aromatik. -
Tahap ketiga:
Disiram dengan dashi panas, mengubahnya menjadi semacam ochazuke. Rasanya lebih ringan, hangat, dan menenangkan. -
Tahap keempat (opsional):
Pembeli bebas memilih tahap favorit dan menikmatinya sekali lagi.
Cara makan ini membuat satu porsi hitsumabushi terasa tidak membosankan dan justru semakin dinikmati perlahan.
Kenapa Hitsumabushi Identik dengan Nagoya?
Nagoya sejak lama dikenal sebagai daerah penghasil dan pengolah unagi berkualitas tinggi. Teknik memanggangnya khas:
-
Unagi dibelah dari bagian perut
-
Dipanggang langsung tanpa dikukus terlebih dulu
-
Hasilnya lebih garing di luar dan aromatik
Metode ini berbeda dengan gaya Kansai atau Kanto, dan menghasilkan rasa yang lebih kuat—cocok dengan konsep hitsumabushi yang berlapis.
Bukan Sekadar Makanan, tapi Pengalaman
Hitsumabushi sering dianggap sebagai hidangan untuk acara spesial karena harganya relatif mahal dan porsinya mengenyangkan. Banyak restoran legendaris di Nagoya yang hanya menjual hitsumabushi sebagai menu utama, menandakan betapa seriusnya hidangan ini.
Bagi orang Jepang, menikmati hitsumabushi bukan soal cepat kenyang, melainkan soal menikmati proses.
Hitsumabushi adalah bukti bahwa kuliner Jepang tidak hanya bermain di rasa, tapi juga cara menikmati makanan. Dari satu mangkuk sederhana, lahir pengalaman makan yang bertahap, penuh detail, dan terasa personal.
Kalau kamu ingin memahami budaya makan Jepang lebih dalam, hitsumabushi adalah contoh sempurna bahwa makanan bisa menjadi ritual—bukan sekadar santapan.










