Kementerian Pendidikan Jepang melalui komite sumber daya manusianya menyetujui rencana untuk membatasi bantuan biaya hidup program doktoral hanya bagi mahasiswa berkewarganegaraan Jepang, yang akan mulai diterapkan paling cepat pada tahun ajaran 2027.
Program bantuan ini dikenal sebagai inisiatif SPRING (Support for Pioneering Research Initiated by the Next Generation) yang diluncurkan pada tahun ajaran 2021 oleh Japan Science and Technology Agency. Program ini memberikan dana hingga 2,9 juta yen per tahun (sekitar Rp300 juta) untuk menunjang biaya hidup dan penelitian mahasiswa doktoral.
Pada tahun ajaran 2024, dari total 10.564 penerima bantuan, sekitar 40% (4.125 orang) merupakan mahasiswa internasional, dengan mayoritas berasal dari Tiongkok (3.151 orang). Hal ini menimbulkan kritik dari sejumlah anggota parlemen dari Partai Demokrat Liberal (LDP) dan pihak lainnya.
Sebagai respons, kementerian mengusulkan pembatasan bahwa bantuan biaya hidup hingga 2,4 juta yen per tahun hanya akan diberikan kepada mahasiswa Jepang. Namun, bantuan dana penelitian tetap akan tersedia untuk mahasiswa internasional. Selain itu, cakupan bantuan penelitian akan diperluas agar mencakup mahasiswa yang bekerja dan memiliki penghasilan tetap, yang sebelumnya tidak memenuhi syarat.
Sementara itu, sebanyak 19.300 tanda tangan dari masyarakat yang menentang kebijakan ini diserahkan ke kementerian pada hari yang sama, bersama dengan aksi protes yang menyuarakan, “Jangan diskriminasi mahasiswa berdasarkan kewarganegaraan.”
Seorang pejabat kementerian menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memprioritaskan dukungan bagi mahasiswa Jepang yang melanjutkan ke program doktoral. Namun, kementerian juga mengakui pentingnya peran mahasiswa internasional dan berencana menyusun kebijakan terpisah untuk mendukung mereka.
Sc : mainichi