Penelitian tentang daging budidaya sedang digalakkan, baik di luar negeri maupun di Jepang, sebagai alternatif daging ternak untuk memenuhi permintaan dunia yang terus meningkat. Baru-baru ini, peneliti Jepang memperkenalkan “daging steak” yang dikembangkan di laboratorium, yang tampak sangat mirip dengan daging asli. Seperti apa penelitian di baliknya, dan yang lebih penting, bagaimana rasanya?
Menghadirkan Tekstur Daging Sungguhan
Pada sebuah konferensi di akhir Agustus, tim peneliti dari beberapa institusi, termasuk Universitas Tokyo, memamerkan foto sepotong daging steak setebal 1,5 cm yang ditumbuhkan di laboratorium. Daging merah tersebut tampak empuk dengan lapisan lemak putih yang menyerupai otot. Dengan berat sekitar 30 gram dan ukuran 5,5 cm x 4 cm, daging ini menarik perhatian banyak pihak.
Pengumuman ini disampaikan oleh Shoji Takeuchi, seorang ahli rekayasa jaringan sekaligus profesor di Universitas Tokyo. Sejak 2017, dengan dukungan dari Nissin Foods Holdings Co., Takeuchi telah bekerja pada pengembangan daging budidaya ini.
Daging tersebut dibuat dari sel-sel otot sapi yang dicacah halus dan dibudidayakan selama sekitar satu minggu hingga berkembang menjadi sekitar 100 juta sel. Saat ini, daging giling yang dibuat dari sel-sel hasil budidaya sudah ada, namun tujuan tim ini adalah menciptakan steak yang memberikan tekstur mendekati daging asli saat dimakan.
Untuk mencapai tujuan ini, mereka harus membangun sistem serat otot dan lemak secara tiga dimensi dari sel-sel yang sudah dicacah. Dalam metode yang sedang dikembangkan, sel-sel ini disusun menjadi lembaran tipis yang kemudian disusun lapis demi lapis dalam cairan kaya nutrisi hingga matang.
Pada tahun 2019, mereka berhasil menciptakan potongan steak budidaya berbentuk dadu pertama di dunia, berukuran 1 cm di setiap sisi. Tes rasa pertama dilakukan pada tahun 2022 setelah lulus uji etik universitas. Sejak itu, mereka terus mengumpulkan pengetahuan baru.
Versi terbaru yang dipresentasikan telah mengalami peningkatan ukuran dan tambahan lemak, menjadikannya semakin mirip dengan daging asli. Laboratorium ini dilaporkan mampu menciptakan steak dengan berat sekitar 90 hingga 95 gram.
Tantangan Biaya dan Rasa
Namun, masih banyak tantangan yang harus diatasi sebelum daging budidaya ini bisa diaplikasikan secara praktis.
Salah satu tantangan terbesar adalah biaya. Menurut Takeuchi, diperlukan waktu sekitar satu bulan untuk menghasilkan satu potongan besar daging budidaya, dengan melibatkan banyak pekerja laboratorium. Dengan biaya sumber daya manusia yang tinggi, ini menjadi hambatan finansial yang signifikan.
Tantangan lainnya adalah rasa. Saat ini, sebagian bahan yang digunakan dalam proses budidaya dan pematangan sel tidak dapat dikonsumsi, sehingga daging ini belum bisa dimakan. Namun, teknik yang digunakan untuk membuat daging yang bisa dimakan, seperti yang dikembangkan pada 2022, dilaporkan memiliki biaya yang sama. Meski begitu, faktor rasa yang sangat penting masih menjadi tantangan besar.
Ketika tim sedang memasak daging tersebut di laboratorium, baunya begitu menggugah hingga para peneliti di laboratorium sebelah bertanya apakah mereka sedang memanggang “yakiniku” (barbeku ala Jepang). Sayangnya, rasanya tidak seperti daging sapi asli, melainkan “rasa yang sulit digambarkan.”
Meski kandungan asam amino dan asam inosin—komponen utama rasa daging sapi—ada dalam daging budidaya ini, rasanya tetap belum mirip dengan daging sapi sungguhan. Teksturnya memang sudah mendekati daging dari tukang daging, tetapi rasa daging sapi asli tetap sulit ditiru.
Takeuchi percaya bahwa “rasa daging sapi mungkin dihasilkan oleh komponen lain yang belum terlalu diperhatikan.” Oleh karena itu, penelitian tentang daging budidaya mulai merambah ke penelitian tentang persepsi rasa manusia.
Potensi Daging Budidaya di Masa Depan
Daging budidaya mulai memasuki pasar di beberapa negara, meskipun sebagian besar dalam bentuk daging giling. Di Singapura, misalnya, daging ayam budidaya yang terbuat dari 3% sel hewan dan sisanya bahan berbasis tumbuhan sudah tersedia dengan harga yang lebih terjangkau. Di sisi lain, daging dari laboratorium Takeuchi mengandung lebih banyak sel otot sapi, dan produk serupa sudah dijual oleh bisnis di AS ke restoran kelas atas, meski harganya masih sangat tinggi.
Daging budidaya diharapkan memiliki jejak lingkungan yang lebih kecil dibandingkan dengan memelihara sapi atau babi, dan juga berpotensi digunakan untuk misi luar angkasa yang panjang. Sebuah perusahaan rintisan Australia bahkan membuat sensasi pada 2023 dengan menciptakan “bakso Mammoth” menggunakan DNA dari spesies yang telah punah, menunjukkan bahwa teknologi ini bisa sangat mengubah budaya makanan manusia.
“Dengan penelitian dasar yang terus berkembang, kami semakin mendekati pembuatan steak seberat 100 gram. Meski masih banyak tantangan yang harus diatasi sebelum aplikasi praktis, kami akan terus berusaha menciptakan steak yang mereproduksi rasa daging sapi,” kata Takeuchi dengan penuh semangat.
Sc : mainichi