Jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Jepang melonjak 28,5 persen secara tahunan pada bulan April menjadi 3,91 juta orang, menurut data resmi yang dirilis pada Rabu (15/5). Angka ini memecahkan rekor sebelumnya dan menjadi bulan dengan jumlah wisatawan tertinggi dalam sejarah Jepang, sekaligus pertama kalinya melampaui 3,9 juta pengunjung dalam satu bulan.
Menurut Organisasi Pariwisata Nasional Jepang (JNTO), musim mekarnya bunga sakura yang dinanti-nanti turut mendorong lonjakan kunjungan dari berbagai negara, termasuk negara-negara Asia, Eropa, Amerika Serikat, hingga Australia—bertepatan dengan liburan Paskah.
Secara kumulatif, dalam empat bulan pertama tahun 2025, Jepang telah menerima 14,4 juta wisatawan asing, meningkat 24,5 persen dibandingkan tahun lalu.
Salah satu faktor utama lonjakan ini adalah pelemahan nilai yen, yang membuat Jepang menjadi tujuan wisata yang lebih terjangkau. Tahun lalu, Jepang mencatat rekor 36,8 juta kunjungan, dan pemerintah menargetkan untuk menaikkan angka tersebut hingga 60 juta kunjungan per tahun pada 2030.
Namun, kesuksesan ini juga menimbulkan tantangan baru. Kepadatan turis di tempat-tempat ikonik seperti Kyoto dan Gunung Fuji memicu keluhan warga lokal. Di Gunung Fuji, otoritas kini mengenakan biaya masuk untuk membatasi jumlah pendaki. Bahkan, sebuah penghalang sempat dipasang di depan minimarket untuk mencegah wisatawan memotret pemandangan viral gunung tersebut dari jalan raya.
Tak hanya itu, wisatawan yang memborong sushi dan onigiri juga dikaitkan dengan kelangkaan beras, yang menyebabkan harga bahan pokok itu melonjak tajam—menjadi masalah politik bagi pemerintah.
Di Tokyo, pelancong bisnis mengeluhkan harga hotel yang melonjak akibat membludaknya permintaan dari wisatawan.
Sementara itu, tahun ini, Badan Meteorologi Jepang (JMA) menyatakan bahwa varietas sakura somei yoshino—yang paling umum di Jepang—mulai mekar penuh pada 30 Maret di Tokyo. JMA juga mencatat bahwa perubahan iklim dan efek pulau panas perkotaan menyebabkan waktu mekarnya bunga sakura maju sekitar 1,2 hari tiap 10 tahun.
Menurut Katsuhiro Miyamoto, profesor emeritus dari Universitas Kansai, dampak ekonomi dari musim bunga sakura tahun ini diperkirakan mencapai 1,1 triliun yen (sekitar Rp115 triliun), naik drastis dari 616 miliar yen pada tahun 2023.
Sc : JT







