Ketika angin musim gugur mulai berhembus dan suhu udara menurun di Jepang, ada satu aroma manis yang seringkali tercium di sudut-sudut jalan, mengundang siapapun untuk mendekat: aroma Yaki-imo. Ubi jalar bakar hangat ini bukan sekadar camilan; ia adalah simbol musim dingin yang menghangatkan, jajanan nostalgia, dan pengingat akan kebahagiaan sederhana yang bisa ditemukan di pinggir jalan.
Yaki-imo: Sederhana Namun Nikmat
“Yaki” berarti panggang atau bakar, dan “imo” berarti ubi. Yaki-imo adalah ubi jalar yang dipanggang perlahan di atas bara api hingga matang sempurna. Meskipun terdengar sederhana, proses pemanggangan inilah yang menjadi kunci kelezatannya. Ubi jalar dipanggang dengan kulitnya di dalam tungku khusus yang terbuat dari batu-batuan atau drum besi, yang memanaskan ubi secara merata dan perlahan.
Proses pemanasan yang lambat ini memungkinkan pati di dalam ubi jalar berubah menjadi gula alami. Hasilnya adalah ubi bakar yang manisnya pekat, memiliki aroma karamel yang khas, dan tekstur yang sangat lembut, bahkan meleleh di mulut. Kulitnya yang sedikit gosong menambah dimensi rasa unik yang gurih dan sedikit pahit.
Yaki-imo telah menjadi jajanan jalanan yang populer di Jepang sejak zaman Edo. Pada masa itu, penjual berkeliling dengan gerobak sederhana, memanggul tungku pemanggang ubi jalar. Suara seruan mereka yang khas, “Yaki-imo, yaki-imo~!” menjadi suara nostalgia yang akrab bagi banyak orang.
Saat ini, meskipun gerobak tradisional masih bisa ditemukan, Yaki-imo juga dijual di truk-truk kecil yang berkeliling (sering kali dengan rekaman suara yang sama), di supermarket, atau bahkan di konbini. Namun, sensasi Yaki-imo terbaik tetaplah yang baru diangkat dari tungku pemanggang di hari yang dingin. Memegangnya di tangan memberikan kehangatan fisik, dan setiap gigitan memberikan kehangatan di hati.
Tidak semua ubi jalar sama. Ada beberapa varietas ubi jalar Jepang yang sangat cocok untuk Yaki-imo dan memiliki karakteristik rasa yang berbeda:
- Beni Haruka: Ini adalah varietas yang paling populer saat ini. Setelah dipanggang, rasanya sangat manis, teksturnya sangat lembut dan basah, sering kali seperti puding.
- Beni Azuma: Varian klasik yang rasanya seimbang antara manis dan nutty, dengan tekstur yang sedikit lebih padat dan kering.
- Anno Imo: Ubi jalar ini memiliki warna oranye dan rasa yang sangat manis, mirip dengan ubi madu, dengan tekstur yang creamy.
Setiap varietas menawarkan pengalaman Yaki-imo yang berbeda, namun semuanya memiliki satu kesamaan: kelezatan yang menghibur dan menenangkan.
Yaki-imo bukan hanya tentang rasa, tetapi juga tentang pengalaman. Membeli Yaki-imo di jalan, meniupnya agar tidak terlalu panas, dan menikmatinya sambil berjalan di bawah langit musim dingin adalah ritual yang penuh kenangan.
Bagi banyak orang Jepang, aroma Yaki-imo adalah pengingat instan akan musim gugur dan dingin. Ini adalah makanan yang membawa kembali kenangan masa kecil, kehangatan keluarga, dan kebahagiaan sederhana dari jajanan pinggir jalan. Yaki-imo adalah bukti bahwa terkadang, hal yang paling berharga adalah yang paling sederhana.