Saat Tahun Baru tiba di Jepang, banyak rumah akan dihiasi dengan Kagami Mochi (鏡餅) — dua bulatan kue mochi yang ditumpuk dan diberi hiasan, seperti daun jeruk dan jeruk daidai di atasnya. Tapi tahukah kamu? Kue ini bukan sekadar makanan, melainkan simbol spiritual yang penuh makna.
Apa Itu Kagami Mochi?
Kagami Mochi secara harfiah berarti “mochi cermin”. Terdiri dari dua mochi bulat: satu besar di bawah, satu lebih kecil di atas. Di puncaknya biasanya diletakkan jeruk pahit daidai (橙), yang melambangkan kelangsungan keturunan.
Bentuk bulatnya menyerupai kaca cermin zaman kuno, yang dalam kepercayaan Shinto dianggap suci sebagai tempat bersemayam para dewa (kami).
Makna Simbolis
Kagami Mochi menyimpan banyak arti, di antaranya:
-
Lapisan mochi melambangkan masa lalu (besar) dan masa depan (kecil) yang menopang kehidupan saat ini.
-
Jeruk daidai bermakna harapan agar keturunan keluarga terus berlanjut (“dai-dai” juga berarti “generasi ke generasi”).
-
Ditempatkan di rumah untuk menyambut Toshigami-sama (dewa tahun baru), yang dipercaya membawa keberuntungan untuk tahun mendatang.
Disimpan, Bukan Langsung Dimakan
Selama awal tahun baru, Kagami Mochi tidak langsung dimakan, melainkan dijadikan hiasan altar atau ruang tamu. Biasanya dipajang mulai akhir Desember dan baru dipecahkan pada pertengahan Januari dalam upacara yang disebut Kagami Biraki (鏡開き).
Pada saat itu, mochi dipecah dengan tangan (bukan dipotong, karena “memotong” melambangkan perpecahan atau konflik), lalu dimasak dalam sup seperti zenzai atau ozōni.
Tradisi yang Tetap Hidup
Walaupun kini banyak Kagami Mochi dijual dalam bentuk plastik isi mochi siap saji, maknanya tetap dihormati. Kagami Mochi menjadi simbol:
-
Keberkahan dan umur panjang
-
Penghormatan terhadap leluhur
-
Rasa syukur dan harapan di awal tahun
Kagami Mochi bukan hanya kue lengket yang enak dimakan, tapi juga lambang doa dan harapan dalam budaya Jepang. Di balik bentuknya yang sederhana, tersimpan nilai spiritual yang memperkaya makna perayaan Tahun Baru Jepang.










