Menteri Perdagangan Jepang, Yoji Muto, pada Senin (11/3) bertemu dengan pejabat AS untuk meminta pengecualian dari tarif baru yang direncanakan oleh Presiden Donald Trump terhadap baja, mobil, dan berbagai impor lainnya. Namun, ia gagal mendapatkan kepastian bahwa Jepang akan diberikan dispensasi.
Setelah mengadakan pertemuan terpisah dengan Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer, dan Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, di Washington, Muto mengatakan bahwa ia berhasil memperoleh pemahaman dari pihak AS mengenai pentingnya Jepang bagi ekonomi Amerika.
Tokyo akan terus berupaya melindungi perusahaan-perusahaan Jepang dari dampak tarif yang diusulkan oleh pemerintahan Trump.
“Berdasarkan diskusi terbaru, kami akan terus berkoordinasi erat untuk mencari solusi yang menguntungkan kepentingan nasional Jepang dan AS secara seimbang,” kata Muto dalam konferensi pers.
Muto mengadakan serangkaian pertemuan dengan tokoh kunci yang terlibat dalam kebijakan tarif Trump sejak kembalinya Trump ke Gedung Putih untuk masa jabatan keduanya yang tidak berurutan pada 20 Januari lalu.
Pembicaraan ini, yang juga mencakup Kepala Dewan Ekonomi Nasional Gedung Putih, Kevin Hassett, berlangsung dua hari sebelum tarif 25 persen terhadap semua impor baja dan aluminium dijadwalkan mulai berlaku.
Muto mengatakan bahwa meskipun tidak ada kesepakatan mengenai pengecualian tarif bagi Jepang, ia dan pejabat AS sepakat untuk memperkuat hubungan ekonomi bilateral. Ia menekankan bagaimana perusahaan-perusahaan Jepang telah melakukan investasi besar dan berkelanjutan di Amerika Serikat.
Selain itu, mereka juga membahas kerja sama di bidang energi, termasuk pengembangan gas alam cair (LNG) di Alaska.
Ketika ditanya apakah mereka membicarakan upaya akuisisi senilai $14,1 miliar yang dilakukan oleh Nippon Steel Corp terhadap United States Steel Corp yang saat ini terhambat, Muto enggan memberikan detail lebih lanjut. Ia hanya menyebutkan bahwa koordinasi antara pihak-pihak swasta terkait akan terus berlanjut.
Dampak Kebijakan Tarif Trump terhadap Jepang
Trump berjanji akan menargetkan berbagai sektor industri, termasuk semikonduktor dan farmasi, dengan alasan untuk meningkatkan ekonomi AS dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja melalui tarif yang lebih tinggi pada barang impor.
Namun, pendekatan agresif ini telah memicu perang dagang dengan Kanada dan China, membuat konsumen AS menghadapi kenaikan harga. Pasar saham AS juga mengalami penurunan tajam dalam beberapa hari terakhir karena meningkatnya ketidakpastian ekonomi dan kekhawatiran akan resesi.
Trump mengatakan bahwa tarif sekitar 25 persen pada mobil impor, yang sebelumnya hanya 2,5 persen, kemungkinan akan diberlakukan mulai 2 April. Langkah ini akan menjadi pukulan berat bagi industri otomotif Jepang.
Pasar AS merupakan tujuan ekspor terbesar bagi produsen mobil Jepang, menyumbang sekitar sepertiga dari total ekspor mereka.
Menurut data perdagangan resmi Jepang, sekitar 1,37 juta kendaraan dikirim ke AS, menyumbang 28,3 persen dari total ekspor Jepang ke ekonomi terbesar di dunia tersebut berdasarkan nilai.
Jepang sendiri tidak mengenakan tarif pada mobil, truk, atau bus impor. Sementara itu, pemerintah AS mengenakan tarif 2,5 persen untuk kendaraan penumpang, 25 persen untuk truk, dan 2 persen untuk bus yang berasal dari Jepang.
Trump juga menargetkan 2 April sebagai tanggal dimulainya penerapan tarif timbal balik yang lebih luas, yang akan mencocokkan tarif barang dari semua negara dengan bea masuk yang sebanding.
Pekan lalu, Trump menunda hingga tanggal tersebut penerapan tarif 25 persen terhadap impor dari Kanada dan Meksiko yang termasuk dalam perjanjian perdagangan bebas Amerika Utara (NAFTA).
Keputusan mendadak ini, yang datang hanya dua hari setelah tarif mulai berlaku, semakin menambah ketidakpastian bagi perusahaan dan pasar keuangan global.
Sc ; KN