Di Indonesia, tanda tangan adalah simbol otentikasi yang sangat umum digunakan untuk dokumen resmi, kontrak, atau bahkan absensi. Tapi di Jepang, ada budaya unik yang masih bertahan hingga hari ini: Hanko (判子) — sebuah cap kecil yang berfungsi sebagai pengganti tanda tangan dan menjadi bagian penting dari identitas seseorang.
Apa Itu Hanko?
Hanko atau Inkan (印鑑) adalah cap kecil yang biasanya dibuat dari kayu, plastik, atau bahan keras lainnya dan diukir dengan nama seseorang atau perusahaan dalam huruf kanji atau katakana. Setiap orang Jepang memiliki cap ini sebagai pengganti tanda tangan, dan digunakan untuk:
-
Membuka rekening bank
-
Menandatangani kontrak kerja
-
Menyewa rumah
-
Mendaftarkan dokumen resmi pemerintah
-
Bahkan dalam beberapa kasus, untuk mengambil paket
Perbedaan dengan Budaya Tanda Tangan di Indonesia
Jepang (Hanko) | Indonesia (Tanda Tangan) |
---|---|
Menggunakan cap fisik pribadi | Menggunakan tulisan tangan |
Dianggap sah secara hukum | Dianggap sah secara hukum |
Bisa dibuat di toko khusus | Dibuat langsung oleh pemilik |
Ada jenis-jenis resmi dan tidak resmi | Biasanya satu tanda tangan untuk semua kebutuhan |
Salah satu perbedaan mencolok adalah kesan formalitas dan keseragaman. Tanda tangan bisa berubah-ubah sedikit setiap kali dibuat, tapi hanko selalu seragam karena dicap.
Jenis-Jenis Hanko di Jepang
-
Jitsu-in (実印)
Hanko resmi yang didaftarkan ke kantor pemerintah setempat. Digunakan untuk urusan legal penting seperti pembelian rumah atau pernikahan. -
Ginko-in (銀行印)
Khusus untuk keperluan perbankan. Biasanya tidak didaftarkan ke pemerintah. -
Mitome-in (認印)
Digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti menerima paket atau dokumen kantor. Ini tidak resmi secara hukum.
Kelebihan dan Kekurangan Hanko
Kelebihan:
-
Memberi kesan profesional dan resmi
-
Tidak mudah dipalsukan (terutama jenis jitsu-in)
Kekurangan:
-
Bisa disalahgunakan jika hilang
-
Membutuhkan tempat fisik penyimpanan
-
Tidak praktis untuk era digital
Apakah Hanko Masih Relevan di Era Digital?
Dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak pandemi COVID-19, ada desakan besar untuk meninggalkan sistem hanko dan beralih ke tanda tangan digital. Pemerintah Jepang pun sudah mulai menyederhanakan peraturan yang mewajibkan penggunaan hanko, terutama untuk dokumen daring atau formulir yang bisa diakses secara elektronik.
Namun, di dunia bisnis konservatif, banyak perusahaan masih mempertahankan penggunaannya, karena dianggap bagian dari etika dan tradisi.
Budaya hanko di Jepang menunjukkan betapa kuatnya nilai tradisi dan formalitas dalam masyarakat Jepang. Meski perlahan mulai digantikan oleh sistem digital, cap ini tetap menjadi simbol identitas, otoritas, dan kepercayaan. Sebuah perbedaan menarik dengan Indonesia yang lebih fleksibel dengan tanda tangan tangan langsung.