Di Jepang, ada hal unik yang sering membuat orang asing kagum. Misalnya saat berada di stasiun, taman, atau bahkan toko serba ada, kadang terlihat orang Jepang dengan ringan tangan merapikan barang atau benda yang sebenarnya bukan miliknya. Kursi yang tidak rapi, payung yang jatuh, atau majalah di rak minimarket yang sedikit berantakan — semuanya dirapikan seolah itu sudah jadi bagian dari kebiasaan.
Fenomena ini bukan kebetulan, melainkan bagian dari budaya dan cara berpikir orang Jepang.
1. Nilai Penting: Kepentingan Bersama di Atas Individu
Masyarakat Jepang sangat menekankan konsep “wa” (和) yang berarti harmoni. Bagi mereka, menjaga kerapian bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga demi kenyamanan bersama.
Kalau ada benda yang tidak rapi, mereka merasa bertanggung jawab untuk memperbaikinya agar semua orang bisa menikmati ruang publik dengan nyaman.
2. Pendidikan Sejak Kecil
Di sekolah Jepang, anak-anak sudah dibiasakan dengan kegiatan souji (掃除) atau bersih-bersih kelas. Mereka membersihkan ruang kelas, koridor, bahkan toilet sekolah tanpa bantuan petugas kebersihan.
Kebiasaan ini menanamkan rasa tanggung jawab terhadap lingkungan sekitar, sehingga ketika dewasa, orang Jepang otomatis terbiasa untuk merapikan apapun yang terlihat tidak pada tempatnya.
3. Malu Kalau Mengganggu Orang Lain
Ada budaya yang disebut “meiwaku o kakenai” (迷惑をかけない), artinya jangan sampai merepotkan atau mengganggu orang lain.
Kalau barang di tempat umum berantakan, itu dianggap bisa mengganggu kenyamanan orang lain. Jadi, dengan merapikannya, orang Jepang merasa telah mengurangi potensi merepotkan orang lain.
4. Simbol Etika dan Kesopanan
Di Jepang, kerapian sering disamakan dengan kesopanan. Ruang publik yang rapi mencerminkan rasa hormat kepada orang lain yang juga menggunakan tempat tersebut.
Karena itu, merapikan barang walaupun bukan miliknya dipandang sebagai tindakan etis, bukan beban.
5. Bukan Tentang Siapa, Tapi Tentang Lingkungan
Berbeda dengan beberapa negara lain, orang Jepang tidak terlalu berpikir, “Ah, itu bukan urusan saya.” Mereka lebih melihatnya sebagai, “Kalau aku bisa bantu, kenapa tidak?”
Prinsip ini menunjukkan bahwa bagi mereka, ruang publik adalah milik bersama, sehingga merawatnya juga adalah tanggung jawab bersama.
Merapikan barang di tempat umum meski bukan miliknya adalah refleksi budaya Jepang yang menekankan harmoni, tanggung jawab sosial, dan kepedulian terhadap orang lain. Kebiasaan kecil ini membuat ruang publik di Jepang terasa lebih nyaman, tertib, dan rapi — sesuatu yang sering membuat orang asing terkesan saat pertama kali berkunjung.