Pada paruh pertama tahun fiskal 2024, jumlah apartemen baru yang dipasarkan di Tokyo dan tiga prefektur sekitarnya turun drastis menjadi 8.238 unit, mencatat penurunan sebesar 29,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Angka ini merupakan yang terendah sejak pencatatan dimulai pada tahun 1973, yang dipicu oleh kenaikan harga tanah dan kekurangan tenaga kerja.
Jumlah apartemen yang tersedia bahkan lebih rendah daripada paruh pertama tahun fiskal 2020, ketika pasar terganggu oleh pandemi COVID-19.
Menurut data yang dirilis oleh Real Estate Economic Institute Co. pada 21 Oktober, harga rata-rata apartemen baru di 23 distrik Tokyo mencapai 110,51 juta yen (sekitar Rp 11,25 miliar), melampaui 100 juta yen untuk tahun kedua berturut-turut.
Di 23 distrik Tokyo, hanya 3.242 unit apartemen baru yang dipasarkan, turun 42,9 persen dari tahun lalu. Sementara itu, di pinggiran Tokyo, terjadi penurunan sebesar 24,8 persen menjadi 714 unit. Prefektur Saitama dan Chiba juga mengalami penurunan sekitar 30 persen, tetapi Prefektur Kanagawa mencatat peningkatan sebesar 4,2 persen.
Menurut institut tersebut, persaingan untuk mendapatkan lahan dengan hotel dan proyek lain telah meningkatkan harga tanah, sehingga sulit bagi pengembang untuk mendapatkan lahan untuk proyek apartemen. Kekurangan tenaga kerja di sektor konstruksi juga memperpanjang waktu penyelesaian proyek, menyebabkan properti tidak dapat segera dipasarkan.
Selain itu, kenaikan biaya material dan tenaga kerja terus mendorong harga properti naik. Rata-rata harga apartemen baru di area metropolitan Tokyo selama paruh pertama tahun fiskal ini naik 1,5 persen dari tahun lalu menjadi 79,53 juta yen, mencatat rekor tertinggi untuk dua tahun berturut-turut.
Sc : asahi