Pemerintah Jepang pada Jumat resmi memutuskan untuk memulai sistem baru yang memberikan dukungan menyeluruh bagi korban kejahatan serius maupun keluarga korban yang ditinggalkan, mulai 13 Januari 2026. Tanggal pelaksanaan ini ditetapkan melalui undang-undang revisi yang disetujui dalam rapat kabinet.
Melalui sistem bantuan ini, korban kejahatan yang diperkirakan mengalami kesulitan hidup dapat memperoleh dukungan hukum dari pengacara yang diperkenalkan oleh Japan Legal Support Center (Houterasu). Para pengacara akan membantu mengurus laporan kerugian, pengaduan pidana, negosiasi penyelesaian, hingga menuntut ganti rugi di pengadilan.
Pemerintah berencana memberikan bantuan gratis kepada pemohon dengan aset tidak lebih dari 3 juta yen (sekitar Rp315 juta).
Undang-undang dukungan hukum komprehensif yang direvisi pada April 2024 menetapkan bahwa korban tindak pidana fatal, seperti pembunuhan, kekerasan seksual, serta kematian akibat mengemudi berbahaya, akan tercakup dalam sistem baru ini.
Dalam rapat kabinet tersebut, pemerintah juga mengadopsi peraturan yang memungkinkan pemberian bantuan serupa kepada korban yang mengalami cedera akibat tindak kriminal yang disengaja, termasuk perampokan dan mengemudi ugal-ugalan, apabila membutuhkan waktu pemulihan lebih dari tiga bulan atau memenuhi syarat untuk menerima tunjangan disabilitas.
Selama ini, korban maupun keluarga korban sering kewalahan menghadapi wawancara polisi dan negosiasi dengan pelaku, bahkan hingga kehilangan penghasilan sehingga tidak mampu menyewa pengacara. Meski Houterasu memiliki program sementara untuk menanggung biaya pengacara, cakupannya masih terbatas.
Menurut para ahli, pemerintah Jepang semakin didesak untuk meningkatkan dukungan publik bagi masyarakat yang terdampak kejahatan serius.
Sc : JT







