Jepang mengalami musim panas terpanas sepanjang sejarah sejak pencatatan dimulai pada tahun 1898, menurut Badan Meteorologi Jepang (JMA) pada Senin.
Rata-rata suhu antara Juni hingga Agustus tercatat 2,36°C lebih tinggi dari nilai standar, menjadikannya musim panas terpanas dalam 126 tahun terakhir. Ini juga merupakan musim panas ketiga berturut-turut dengan suhu tertinggi dalam sejarah.
Gelombang panas ekstrem membuat 84.521 orang harus dirawat di rumah sakit dari 1 Mei hingga 24 Agustus tahun ini, naik tipis dibandingkan 83.414 orang pada periode yang sama tahun lalu, berdasarkan data Badan Manajemen Kebakaran dan Bencana Jepang.
Masao Nakano, seorang pelari berusia 80 tahun di Tokyo, mengatakan ia merindukan masa lalu ketika cukup keluar rumah, menyiram jalan dengan air, dan merasakan udara sejuk. “Ini gila. Semua ini ulah manusia, kan? Dari AC sampai pembangkit listrik,” ujarnya.
Sementara itu, Miyu Fujita, seorang pekerja kantoran berusia 22 tahun, mengaku lebih banyak bersosialisasi di dalam ruangan untuk menghindari panas menyengat. Ia juga khawatir anak-anak tidak bisa lagi menikmati bermain di luar seperti dulu. “Saat kecil, musim panas berarti bermain di luar. Sekarang? Mustahil,” katanya.
Dampak perubahan iklim semakin jelas terlihat di Jepang. Bunga sakura mekar lebih awal atau bahkan tidak mekar sempurna karena musim dingin yang tidak cukup dingin. Puncak bersalju Gunung Fuji pun baru muncul pada awal November tahun lalu, terlambat dibandingkan rata-rata normal pada awal Oktober.
Para ilmuwan menegaskan bahwa gelombang panas semakin sering dan intens akibat perubahan iklim yang disebabkan manusia. Data global dari Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional AS menunjukkan Asia merupakan salah satu kawasan dengan pemanasan tercepat sejak 1990, setelah Eropa.
Bulan lalu, PBB memperingatkan bahwa kenaikan suhu global tidak hanya mengancam kesehatan pekerja, tetapi juga menurunkan produktivitas, dengan penurunan 2–3 persen untuk setiap kenaikan suhu satu derajat di atas 20°C.
Sc ; JT







