Setiap akhir Maret, Jepang memasuki musim puncak pindah rumah, saat banyak orang memulai studi baru atau dipindahkan dalam pekerjaan. Namun, tahun ini kembali muncul fenomena “moving refugees”, yaitu mereka yang tidak dapat pindah sesuai jadwal yang diinginkan.
Selain sulit mendapatkan jasa pindahan, biaya relokasi juga diperkirakan meningkat karena naiknya biaya logistik dan kekurangan tenaga kerja di industri transportasi.
Menteri Transportasi Jepang, Hiromasa Nakano, mendesak masyarakat untuk menyebar periode pindahan guna mengurangi beban kerja sopir truk dan memastikan relokasi berjalan lancar.
Berdasarkan data Kementerian Transportasi Jepang, puncak kepadatan pindahan terjadi antara 15 Maret hingga 6 April. Masalah “2024 problem”—kekurangan tenaga kerja akibat pembatasan jam lembur di industri logistik—masih berlanjut, membuat layanan semakin terbatas.
Selain itu, biaya pindahan juga meningkat akibat:
✅ Naiknya harga minyak mentah
✅ Pelemahan yen
✅ Lonjakan upah pekerja akibat kelangkaan tenaga kerja
Strategi Menghindari Kesulitan Pindahan
Menurut survei Bizlink Inc., perusahaan yang melayani pekerja yang dipindahkan, strategi terbaik untuk menghindari “moving refugee” adalah:
📌 Menghindari musim sibuk – 75% responden memilih strategi ini.
📌 Segera mengajukan permintaan setelah tahu akan dipindahkan – 37,5% responden.
📌 Mengajukan permintaan setidaknya satu bulan sebelumnya – 37,5% responden.
Karena banyak orang tidak bisa memilih waktu transfer kerja atau awal masa studi, langkah terbaik adalah memulai persiapan lebih awal.
Bagi mereka yang tidak bisa menghindari musim puncak, mungkin perlu mempertimbangkan pengiriman barang secara bertahap atau mencari alternatif layanan pindahan untuk menghindari biaya tinggi dan keterbatasan jadwal.
Sc : mainichi