Banyak pasangan di Jepang memilih upacara pernikahan ala Shinto—dengan kimono putih, prosesi di kuil, dan ritual tradisional—meski faktanya mereka tidak religius. Bahkan, survei menunjukkan mayoritas orang Jepang tidak menjalankan agama tertentu secara aktif.
Lalu, kenapa upacara Shinto tetap jadi pilihan utama dalam pernikahan?
1. Shinto Lebih Budaya daripada Agama
Shinto di Jepang lebih dilihat sebagai bagian dari budaya dan tradisi, bukan sebagai sistem kepercayaan yang harus dipraktikkan secara ketat.
Banyak orang Jepang tidak pergi ke kuil setiap minggu atau berdoa setiap hari, tapi mereka tetap melakukan ritual Shinto pada momen penting—seperti kelahiran, pernikahan, dan tahun baru.
Jadi, menikah secara Shinto lebih dianggap sebagai cara untuk menghormati budaya dan leluhur, bukan karena keyakinan religius.
2. Estetika dan Simbolisme yang Kuat
Upacara Shinto terkenal karena kesan yang sakral, anggun, dan penuh makna simbolis. Pasangan akan mengenakan pakaian adat seperti:
-
Shiromuku (kimono putih untuk pengantin perempuan), simbol kemurnian
-
Montsuki & Hakama (untuk pengantin pria)
Ada juga ritual San-san-kudo, yaitu saling meminum sake tiga kali dari tiga cawan berbeda—melambangkan ikatan suci antara dua keluarga.
Semua elemen ini memberikan kesan yang khidmat dan indah secara visual, sangat cocok untuk momen spesial seperti pernikahan.
3. Tradisi Keluarga dan Harapan Orang Tua
Meskipun generasi muda cenderung lebih sekuler, banyak orang tua masih memegang nilai-nilai tradisional.
Melakukan upacara Shinto menjadi bentuk penghormatan kepada keluarga dan nenek moyang, serta cara untuk menjaga ikatan antar generasi.
Kadang, keputusan untuk menikah secara Shinto bukan murni dari pasangan, tapi juga demi memenuhi harapan keluarga.
4. Kombinasi Gaya: Shinto dan Barat
Menariknya, banyak pasangan Jepang menggabungkan dua gaya pernikahan sekaligus:
-
Upacara Shinto di pagi hari
-
Resepsi bergaya Barat (dengan gaun putih dan jas) di sore hari
Hal ini mencerminkan budaya Jepang yang suka mengadaptasi nilai asing ke dalam tradisi mereka sendiri, menciptakan harmoni antara masa lalu dan masa kini.
Meski banyak orang Jepang tidak menganggap diri mereka religius, upacara Shinto tetap menjadi simbol penting dalam pernikahan. Ia bukan sekadar ritual spiritual, tapi juga bentuk penghormatan terhadap tradisi, keluarga, dan identitas budaya Jepang.
Bagi masyarakat Jepang, pernikahan bukan hanya tentang cinta antara dua individu—tapi juga tentang mengikat diri dengan sejarah, simbol, dan nilai-nilai yang diwariskan turun-temurun.