Di Jepang, membungkuk atau ojigi adalah gerakan sederhana yang memiliki makna dalam dan aturan tersendiri. Bagi orang luar, ojigi mungkin terlihat hanya seperti salam atau bentuk sopan santun, tetapi bagi masyarakat Jepang, ini adalah ekspresi rasa hormat, permintaan maaf, dan rasa terima kasih yang diatur oleh tata krama yang ketat.
Lebih dari Sekadar Gerakan Fisik
Ojigi tidak hanya soal menundukkan badan. Gerakan ini adalah bahasa tubuh yang menyampaikan niat hati. Dalam budaya Jepang, kata-kata saja tidak cukup untuk mengekspresikan perasaan yang tulus—bahasa tubuh seperti ojigi memperkuat pesan itu. Membungkuk dengan tulus dapat menunjukkan rasa hormat yang mendalam, permintaan maaf yang sungguh-sungguh, atau ucapan terima kasih yang hangat.
Jenis-jenis Ojigi
-
Eshaku (会釈) – Membungkuk ringan sekitar 15 derajat. Digunakan untuk salam santai atau saat bertemu orang yang dikenal di situasi sehari-hari.
-
Keirei (敬礼) – Membungkuk sekitar 30 derajat. Dipakai saat menyapa atasan, rekan bisnis, atau tamu penting.
-
Saikeirei (最敬礼) – Membungkuk dalam sekitar 45 derajat atau lebih. Bentuk paling sopan, digunakan saat permintaan maaf besar atau dalam upacara resmi.
Aturan dalam Ojigi
-
Posisi tubuh: Punggung lurus, tangan berada di samping (untuk pria) atau di depan (untuk wanita).
-
Kontak mata: Tidak menatap langsung wajah lawan bicara, tetapi menunduk sesuai sudut membungkuk.
-
Durasi: Semakin penting atau serius konteksnya, semakin lama membungkuk.
Ojigi di Dunia Modern
Meski Jepang semakin modern, ojigi tetap menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan di era digital, banyak perusahaan masih menggunakan ilustrasi orang membungkuk dalam email atau pesan otomatis sebagai bentuk kesopanan.
Filosofi di Baliknya
Bagi masyarakat Jepang, ojigi bukan sekadar formalitas, melainkan cerminan nilai budaya seperti rasa hormat (sonkei), kerendahan hati (kenkyo), dan keharmonisan (wa). Dalam satu gerakan, tersimpan pesan bahwa hubungan antar manusia harus dijaga dengan tulus.