Pemerintah Jepang tengah mempertimbangkan untuk menambahkan kemampuan bahasa Jepang sebagai salah satu syarat memperoleh izin tinggal permanen (permanent residency), menurut sumber yang mengetahui rencana tersebut pada Kamis.
Gagasan ini diperkirakan akan dimasukkan ke dalam proposal persyaratan baru yang sedang disusun oleh panel Partai Demokrat Liberal (LDP) yang berkuasa, dan ditargetkan rampung pada April 2027, bertepatan dengan mulai berlakunya revisi Undang-Undang Pengendalian Imigrasi dan Pengakuan Pengungsi.
Revisi undang-undang tersebut juga memungkinkan pencabutan status izin tinggal permanen jika pemegangnya dengan sengaja mengabaikan kewajiban publik, seperti tidak membayar pajak.
Menurut Badan Layanan Imigrasi Jepang, jumlah penduduk asing di Jepang mencapai rekor tertinggi, yakni 3,96 juta orang per akhir Juni. Dari jumlah tersebut, pemegang izin tinggal permanen merupakan kelompok terbesar, sekitar 930.000 orang atau 23,6 persen dari total penduduk asing.
Saat ini, warga negara asing yang mengajukan izin tinggal permanen harus telah tinggal di Jepang setidaknya selama 10 tahun, serta menunjukkan bukti kemampuan untuk mencukupi kebutuhan hidup secara mandiri, di antara persyaratan lainnya.
Seiring dengan perkiraan meningkatnya jumlah pemegang izin tinggal permanen di masa depan, pemerintah mulai membahas penambahan syarat baru, seperti kemampuan bahasa Jepang, kewajiban mengikuti program edukasi tentang aturan hidup bermasyarakat, serta kemungkinan menaikkan batas minimum pendapatan.
Selain itu, pemerintah juga meninjau pengetatan aturan kerja paruh waktu bagi mahasiswa asing. Saat ini, mahasiswa asing diperbolehkan bekerja hingga 28 jam per minggu di luar status izin tinggal utama mereka, jika mendapat izin dari otoritas imigrasi.
Ke depan, pemerintah mempertimbangkan untuk mengubah sistem perizinan kerja tersebut dengan melakukan seleksi berdasarkan prestasi akademik dan faktor lainnya, alih-alih memberikan izin kerja secara otomatis saat kedatangan di Jepang.
Di sisi lain, meningkatnya kasus warga asing pemegang visa “Engineer/Specialist in Humanities/International Services” yang justru ditempatkan pada pekerjaan tidak terampil—yang tidak diperbolehkan dalam status visa tersebut—mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan pengawasan yang lebih ketat terhadap perusahaan penyalur tenaga kerja dan pihak pemberi kerja lainnya.
Sc : JT








