Permintaan listrik di Jepang diperkirakan akan meningkat hingga 40% dibandingkan level tahun 2019 pada tahun 2050, terutama jika penggunaan kecerdasan buatan generatif (generative AI) semakin meluas dan mendorong pembangunan lebih banyak pusat data (data center). Hal ini diungkapkan oleh Organisasi Koordinasi Operator Transmisi Lintas Wilayah (OCCTO), sebuah badan industri yang mengatur pasokan dan permintaan listrik di seluruh Jepang, dalam sebuah laporan pada Rabu (26/6).
OCCTO memperingatkan bahwa kekurangan pasokan listrik bisa terjadi, bahkan jika reaktor nuklir dan pembangkit listrik termal tua dibangun ulang atau diganti.
Dalam laporannya, organisasi yang terdiri dari berbagai perusahaan listrik nasional ini mengajukan beberapa skenario untuk pasokan dan permintaan listrik pada tahun 2040 dan 2050.
Diperkirakan bahwa permintaan listrik akan naik menjadi antara 900 miliar hingga 1,1 triliun kilowatt-jam pada 2040, dan antara 950 miliar hingga 1,25 triliun kilowatt-jam pada 2050. Sebagai perbandingan, permintaan pada tahun 2019 adalah 880 miliar kilowatt-jam.
Meski perusahaan listrik berhasil mengganti pembangkit listrik nuklir dan termal lama dengan versi yang lebih baru, pasokan listrik diperkirakan tetap akan kekurangan hingga 23 juta kilowatt pada 2050.
Namun, jika perusahaan listrik gagal melakukan pembaruan tersebut, kekurangan pasokan bisa membengkak hingga 89 juta kilowatt.
OCCTO menyatakan bahwa mereka akan meninjau ulang skenario-skenario ini setiap tiga hingga lima tahun, dengan harapan dapat membantu perusahaan listrik dalam merencanakan pengembangan sumber daya energi mereka ke depan.
Sc : JT