Sebuah survei yang dirilis pada hari Jumat menunjukkan bahwa 41,0% petani padi berskala besar di Jepang memperkirakan harga eceran untuk beras panen 2026 akan lebih rendah dibandingkan beras panen 2025, sementara 22,9% memperkirakan harga akan lebih tinggi.
Sementara itu, sebanyak 72,3% responden memperkirakan harga beras panen 2025 akan lebih tinggi dibandingkan dengan harga beras panen 2024.
Survei ini dilakukan secara daring oleh Asosiasi Korporasi Pertanian Jepang pada 12–19 Mei dan melibatkan 188 anggota asosiasi sebagai responden.
Dalam konferensi pers, ketua asosiasi Kazushi Saito menyampaikan kekhawatirannya bahwa harga beras tahun 2026 “mungkin anjlok, sehingga menyulitkan manajemen keuangan petani padi,” dengan mengutip faktor seperti masuknya beras impor murah dan peningkatan produksi dalam negeri.
Terkait beras panen 2024, sebanyak 53,7% responden menyebut harga saat ini terlalu tinggi. Dalam hal harga produsen, kelompok terbesar (45,2%) menyebut kisaran harga ¥20.001 hingga ¥25.000 per 60 kilogram. Jika dibandingkan dengan harga beras panen 2023, sebanyak 38,3% responden mengatakan harganya naik ¥5.001 hingga ¥10.000, sementara 5,0% menyebut kenaikan ¥15.001 hingga ¥20.000.
Saat ditanya tentang kekhawatiran mereka, banyak petani menyoroti mahalnya biaya konstruksi dan mesin pertanian, kekurangan tenaga kerja, serta kemungkinan harga jatuh akibat kelebihan produksi.
Survei ini dirilis di tengah melonjaknya harga beras di Jepang yang mencapai rekor tertinggi, mendorong pemerintah untuk membuka stok cadangan demi menekan harga di pasaran.
Pada hari Sabtu, sejumlah pengecer mulai menjual beras dari stok pemerintah langsung kepada konsumen untuk pertama kalinya.
Sc : JT