Sebuah survei perusahaan tentang perilaku konsumen di Jepang mengungkapkan bahwa tempat paling umum untuk membeli cokelat pada Hari Valentine telah berubah dari “toko serba ada” (department stores) menjadi “supermarket.” The Mainichi Shimbun menyelidiki alasan di balik pergeseran ini.
Jajak pendapat online dilakukan pada pertengahan Januari oleh perusahaan riset pemasaran Nippon Information Co., yang berbasis di Chuo Ward, Tokyo, dengan mengumpulkan respons valid dari 900 wanita berusia 15 hingga 59 tahun di seluruh Jepang.
“Supermarket” dipilih oleh 31% responden sebagai pilihan paling populer untuk membeli cokelat tahun ini, diikuti oleh “toko serba ada” dengan 29%, “buatan sendiri” dengan 21%, dan “situs e-commerce” dengan 15%.
“Toko serba ada” sebelumnya menduduki peringkat teratas dalam survei serupa dari 2022 hingga 2024. Pada 2022, permintaan untuk “situs e-commerce” meningkat karena memungkinkan orang menghindari bepergian selama pandemi COVID-19, menjadikannya pilihan kedua paling populer, diikuti oleh “supermarket” di posisi ketiga. Pada 2023, lebih banyak orang ingin berbelanja langsung, mendorong “supermarket” ke posisi kedua, tren yang berlanjut hingga 2024.
Mengenai kenaikan popularitas “supermarket” dibandingkan “toko serba ada” dalam survei terbaru, seorang pejabat Nippon Information menjelaskan, “Ini masih hipotesis, tetapi mengingat melonjaknya harga makanan dan kebutuhan sehari-hari yang meningkatkan biaya hidup, kami percaya ada permintaan yang lebih besar untuk supermarket, di mana harga produk Valentine cenderung lebih rendah dibandingkan toko serba ada.”
Ketika ditanya, “Apakah Hari Valentine tahun ini membuat Anda merasakan dampak kenaikan harga?” total 46% responden menjawab “merasakan” atau “sedikit merasakan” efek kenaikan harga, meningkat 10 poin persentase dari 2024.
Survei juga mengungkapkan bahwa rata-rata total anggaran untuk Hari Valentine pada 2025 adalah 3.818 yen (Rp400 ribu), menunjukkan tren penurunan dari 4.792 yen (Rp500 ribu) pada 2022 dan penurunan lebih lanjut dari 4.008 yen (Rp420 ribu) pada 2024. Pergeseran ini mencerminkan perubahan perilaku konsumen di tengah tekanan ekonomi dan kenaikan harga.
Sc : mainichi