Menu

Dark Mode
Live-Action Kamen no Ninja Akakag, Digarap Sutradara Legendaris Takashi Miike” Nintendo Buka Toko Baru di Fukuoka pada 14 November Krisis Guru di Jepang: Banyak Lulus Ujian tapi Menolak Tawaran, Tottori dan Kochi Paling Parah Tomiichi Murayama, Mantan Perdana Menteri Jepang Wafat di Usia 101 Tahun Polisi Hiroshima Selidiki Dugaan Pembunuhan Wanita Vietnam yang Ditemukan Tewas di Apartemen Kuil Chion-in di Kyoto Terapkan Sistem Reservasi dan Tiket ¥3.000 untuk Tradisi Pemukulan Lonceng Tahun Baru

News

Keluarga Polisi di Jepang yang Meninggal Karena Overwork Terima Ganti Rugi Rp6,3 Miliar

badge-check


					Keluarga Polisi di Jepang yang Meninggal Karena Overwork Terima Ganti Rugi Rp6,3 Miliar Perbesar

Keluarga Takatoshi Watanabe, seorang polisi muda berusia 24 tahun yang meninggal karena bunuh diri akibat kelebihan beban kerja, akhirnya mendapatkan keadilan. Pengadilan Distrik Kumamoto memerintahkan Pemerintah Prefektur Kumamoto membayar kompensasi sebesar 61,8 juta yen (sekitar Rp6,3 miliar) pada 4 Desember 2024.


Penyebab Kematian Akibat Overwork (Karoshi)

Takatoshi Watanabe, yang bertugas di divisi kriminal Kantor Polisi Tamana, meninggal pada September 2017 hanya enam bulan setelah ditransfer ke posisi tersebut. Dalam lima bulan terakhir sebelum kematiannya, Watanabe bekerja lembur antara 143 hingga 185 jam per bulan, jauh di atas ambang batas karoshi yaitu 80 jam per bulan.

Pengadilan menyatakan bahwa:

  1. Jam kerja yang berlebihan menyebabkan depresi dan gangguan mental lain.
  2. Atasan Watanabe di divisi kriminal mengetahui kondisinya tetapi gagal memenuhi kewajiban perawatan dengan tidak mengurangi beban kerjanya.

Putusan Bersejarah: Jam Siaga Diakui sebagai Lembur

Salah satu poin penting dalam gugatan ini adalah perdebatan tentang jam siaga Watanabe, termasuk tugas malam. Prefektur Kumamoto berargumen bahwa jam-jam tersebut tidak bisa dianggap lembur karena dikategorikan sebagai “kerja intermittent” dengan waktu istirahat.

Namun, pengadilan menolak argumen tersebut, memutuskan bahwa:

  • Jam siaga adalah jam kerja karena Watanabe tetap berada di bawah pengawasan dan harus siap merespons insiden kapan saja.
  • Keputusan ini dianggap sebagai langkah penting dalam mengakui realitas kondisi kerja di Jepang.

Reaksi dan Harapan Keluarga

Ibu Watanabe, Michiyo, yang kini berusia 64 tahun, menyampaikan emosinya setelah putusan ini:

“Saya telah berjuang keras untuk memulihkan kehormatan anak saya. Putusan ini membuat saya meneteskan air mata.”

Pengacara keluarga, Takahiro Mitsunaga, menyebut keputusan ini sebagai langkah bersejarah dalam perlindungan hak pekerja.


Tanggung Jawab Prefektur Kumamoto

Meskipun menerima putusan pengadilan, Prefektur Kumamoto menyatakan akan mempelajari keputusan tertulis sebelum menentukan langkah selanjutnya. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan terhadap kesejahteraan mental dan fisik pekerja, terutama di sektor yang menuntut seperti kepolisian.

Dengan keputusan ini, Watanabe menjadi simbol perjuangan melawan karoshi, mengingatkan Jepang untuk lebih serius dalam menangani budaya kerja yang melelahkan.

 

4o

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Read More

Krisis Guru di Jepang: Banyak Lulus Ujian tapi Menolak Tawaran, Tottori dan Kochi Paling Parah

17 October 2025 - 16:10 WIB

Tomiichi Murayama, Mantan Perdana Menteri Jepang Wafat di Usia 101 Tahun

17 October 2025 - 15:30 WIB

Polisi Hiroshima Selidiki Dugaan Pembunuhan Wanita Vietnam yang Ditemukan Tewas di Apartemen

17 October 2025 - 15:10 WIB

PM Jepang Shigeru Ishiba Ucapkan Perpisahan kepada Boneka Myaku-Myaku Setelah Penutupan Expo Osaka 2025

17 October 2025 - 06:42 WIB

Tiga Pejalan Kaki Tertabrak Mobil di Dekat Stasiun JR Nagoya, Dua Dalam Kondisi Kritis

16 October 2025 - 15:10 WIB

Trending on News