Jepang berencana menjadikan energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin sebagai sumber listrik utama pada tahun 2040, dalam upayanya menuju netral karbon pada pertengahan abad ini, menurut rencana pemerintah yang diumumkan Selasa.
Fokus Baru Energi Jepang
Sebagai negara dengan tingkat emisi tertinggi di antara anggota G7, hampir 70 persen kebutuhan listrik Jepang tahun lalu berasal dari bahan bakar fosil seperti batu bara, gas, dan minyak. Kini, Jepang bertujuan untuk memaksimalkan penggunaan energi terbarukan yang diproyeksikan menyumbang 40-50 persen dari total kebutuhan listrik pada 2040, naik dari 23 persen pada 2023.
Langkah-Langkah Penting
Rencana ini merupakan bagian dari target besar Jepang, yaitu:
- Netral karbon pada 2050.
- Mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 46 persen pada 2030 dibandingkan tingkat emisi tahun 2013.
Rencana tersebut juga mencatat bahwa energi nuklir akan tetap memegang peran penting untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat, termasuk untuk industri berbasis kecerdasan buatan dan pabrik mikrochip.
Tantangan dan Strategi
Menurut rancangan Strategi Energi Jepang:
- Diversifikasi sumber energi diperlukan untuk memastikan stabilitas pasokan dan keberlanjutan.
- Ketergantungan pada bahan bakar fosil impor, yang tahun lalu menelan biaya sekitar $500 juta per hari, diharapkan turun menjadi 30-40 persen pada 2040.
- Jepang juga memproyeksikan peningkatan kebutuhan listrik sebesar 10-20 persen pada 2040, dibandingkan dengan 985 miliar kWh pada 2023.
Setelah bencana Fukushima 2011, Jepang menghentikan semua pembangkit nuklir. Namun, sejak itu, beberapa fasilitas mulai beroperasi kembali meski mendapat penolakan dari masyarakat. Dalam target 2040, nuklir diproyeksikan menyumbang 20 persen kebutuhan energi, meningkat signifikan dari 8,5 persen pada 2023.
Kelompok lingkungan seperti Greenpeace menyebut rencana ini sebagai langkah yang masih kurang ambisius. Hirotaka Koike dari Greenpeace mengatakan bahwa Jepang membutuhkan target yang lebih besar untuk energi terbarukan.
Menurut Hanna Hakko dari think-tank E3G, target Jepang saat ini tidak sesuai dengan komitmennya untuk menangani perubahan iklim. Ia menyarankan agar energi terbarukan dapat mencakup 60-80 persen kebutuhan listrik pada akhir 2030-an jika kebijakan pendukung diterapkan secara optimal.
Pergeseran Jepang menuju energi bersih juga dipengaruhi oleh ketidakstabilan geopolitik, seperti perang di Ukraina dan ketegangan di Timur Tengah, yang memengaruhi jalur pasokan energi.
Langkah ini diharapkan dapat memberikan keseimbangan antara kebutuhan energi yang stabil dan komitmen Jepang terhadap pengurangan emisi karbon.
Sc : JT