Pernahkah kamu naik kereta di Jepang dan merasa seperti berada di perpustakaan? Sunyi. Tenang. Hampir tak ada suara orang berbicara keras apalagi tertawa lepas. Bagi banyak orang asing, ini mungkin terasa aneh, tapi bagi orang Jepang, diam di tempat umum adalah bagian penting dari etika sosial.
Jadi, kenapa sih orang Jepang jarang berisik di tempat umum?
1. Budaya Menghindari “Meiwaku” (Mengganggu Orang Lain)
Konsep meiwaku (迷惑) sangat kuat dalam masyarakat Jepang. Artinya adalah “menyusahkan” atau “mengganggu” orang lain. Orang Jepang diajarkan sejak kecil untuk tidak membuat orang lain merasa tidak nyaman, termasuk lewat suara yang berlebihan.
Mereka percaya bahwa tempat umum adalah ruang bersama, jadi setiap orang harus menjaga kenyamanan satu sama lain. Berbicara keras, menelpon di kereta, atau tertawa terbahak-bahak dianggap sebagai bentuk meiwaku.
2. Nilai Kolektif vs Individualisme
Budaya Jepang lebih menekankan nilai kolektif daripada individual. Artinya, perilaku pribadi dinilai berdasarkan dampaknya pada kelompok, bukan sekadar hak individu.
Di negara-negara individualis, berbicara keras atau mengekspresikan diri bisa dianggap normal. Tapi di Jepang, itu bisa dilihat sebagai bentuk egois jika mengganggu ketenangan publik.
3. Transportasi Umum = Tempat Meditasi Mini
Banyak orang Jepang menghabiskan waktu lama di transportasi umum. Dalam sehari, mereka bisa menghabiskan 1–2 jam di kereta. Karena itu, transportasi umum dianggap sebagai tempat istirahat atau “ruang pribadi dalam publik.” Banyak yang memanfaatkannya untuk tidur, membaca, atau hanya diam merenung.
Jadi, menjaga suasana tenang adalah bentuk respek terhadap “ketenangan mental” orang lain.
4. Isyarat Sosial yang Halus
Orang Jepang terkenal dengan komunikasi yang tidak langsung. Mereka lebih banyak menggunakan isyarat tubuh, intonasi halus, dan membaca situasi (kuuki wo yomu / “membaca udara”). Dalam konteks ini, terlalu vokal atau ekspresif dianggap sebagai bentuk kurang peka terhadap lingkungan sekitar.
5. Pengaruh Lingkungan dan Edukasi Sejak Dini
Sejak kecil, anak-anak Jepang diajarkan untuk shizuka ni (diam) dalam situasi tertentu, seperti saat naik bus sekolah atau berada di ruang kelas. Budaya ini terbawa sampai dewasa.
Bahkan, di banyak stasiun atau tempat umum, kamu bisa menemukan poster atau pengumuman yang dengan sopan mengingatkan untuk tidak menggunakan ponsel atau bicara terlalu keras.
Jadi, Haruskah Kita Diam Juga Saat di Jepang?
Ya, sebagai bentuk menghormati budaya setempat, sebaiknya kita mengikuti norma yang berlaku. Kalau ingin ngobrol, lakukan dengan pelan. Hindari menelpon saat di kereta atau ruang publik tertutup. Percakapan keras bisa dianggap tidak sopan, bahkan jika maksud kita baik.
Bagi orang Jepang, keheningan bukan tanda kekakuan—melainkan bentuk rasa hormat. Budaya ini adalah cermin dari betapa seriusnya mereka menjaga kenyamanan orang lain. Jadi, kalau kamu merasa suasana di Jepang “terlalu tenang,” itu karena mereka sedang mempraktikkan seni hidup dalam harmoni.