Menyambut lonjakan wisatawan asing, pemerintah Kyoto menyiapkan strategi komunikasi darurat berbasis pembelajaran dari gempa besar 2011. Langkah ini diambil untuk mengantisipasi kebingungan wisatawan akibat hambatan bahasa saat bencana.
Pada 2023, Kyoto mencatat rekor 75,18 juta pengunjung, dengan wisatawan asing meningkat 40% dibanding 2019 (sebelum pandemi). Namun, proyeksi 2012 menunjukkan 130.000 turis berpotensi terisolasi saat bencana—angka yang diperkirakan lebih besar kini.
Strategi Evakuasi: Dari Stasiun Kyoto ke Shelter Temporer
Stasiun Kyoto, pusat transit Shinkansen dan JR, akan menjadi titik kumpul alami wisatawan saat gempa. Rencana darurat mencakup:
- Pusat Evakuasi: 124 lokasi (termasuk kuil dan hotel) siap menjadi tempat penampungan darurat.
- Shelter Sementara: 50 fasilitas seperti hotel menyediakan ruang istirahat dan informasi.
Pendekatan Multibahasa untuk Komunikasi Cepat
- Panduan Digital: Situs web pemda menyediakan informasi bencana dalam 5 bahasa (Jepang, Inggris, Mandarin, Korea) dengan QR code di 300 titik strategis.
- Kemitraan Lokal: 22 organisasi (seperti kawasan perbelanjaan) membantu menyebarkan informasi.
- Fisik & Digital: Brosur ber-QR code akan dibagikan ke penginapan, mengarahkan ke Kyoto Crisis Management Website.
Pemerintah mengakui sistem saat ini belum memadai. “Yang terpenting adalah kecepatan dan akurasi informasi,” tegas perwakilan pemda Kyoto. Upaya seperti pelatihan mitra lokal dan pengembangan platform multibahasa terus dilakukan.
Dengan langkah ini, Kyoto berharap bisa melindungi puluhan juta wisatawan sekaligus mempertahankan reputasinya sebagai destinasi yang aman dan siap bencana.
Sc : asahi