Di balik keindahan pemandian air panas Jepang atau onsen, ada satu kuliner unik yang lahir dari tradisi: onsen tamago, telur setengah matang yang dimasak perlahan dalam air panas alami. Teksturnya lembut, kuning telurnya setengah cair, dan putih telurnya hampir seperti puding — berbeda dari telur rebus biasa.
Apa Itu Onsen Tamago?
Onsen tamago (温泉たまご) secara harfiah berarti “telur onsen”. Telur ini dimasak dalam air panas alami dari sumber mata air pegunungan dengan suhu sekitar 65–70 derajat Celsius, bukan direbus dalam air mendidih. Teknik ini menghasilkan telur dengan tekstur yang unik: bagian putih tetap lembut dan transparan, sementara kuningnya mengental tapi tidak padat.
Asal-Usul dari Budaya Mandi Jepang
Tradisi membuat onsen tamago muncul dari kebiasaan warga Jepang yang memanfaatkan sumber air panas tidak hanya untuk mandi, tapi juga untuk memasak. Di berbagai daerah seperti Beppu, Kusatsu, atau Hakone, telur dimasukkan ke dalam keranjang dan direndam di onsen selama beberapa menit hingga matang perlahan.
Cara Menikmati Onsen Tamago
Biasanya, onsen tamago disajikan dalam mangkuk kecil dengan sedikit tsuyu (saus berbasis kecap asin dan dashi) dan irisan daun bawang. Rasanya ringan, gurih, dan cocok sebagai menu sarapan atau pendamping nasi.
Beberapa cara populer menikmati onsen tamago:
- Di atas semangkuk nasi panas (tamago gohan versi mewah)
- Campur dalam salad Jepang
- Sebagai topping ramen atau udon
Onsen Tamago vs Telur Rebus Biasa
Perbedaan utama:
- Metode memasak: Onsen tamago dimasak perlahan di suhu rendah
- Tekstur: Putihnya lembut seperti custard, kuningnya setengah cair
- Rasa: Lebih halus dan gurih karena tidak terlalu matang
Bisa Dibuat di Rumah?
Meskipun tidak punya akses ke onsen, kamu bisa membuat versi rumahan dengan teknik sous vide atau menggunakan termos air panas. Cukup rendam telur dalam air panas bersuhu 70°C selama 15–20 menit, lalu dinginkan sejenak sebelum disajikan.
Onsen tamago bukan hanya sekadar telur rebus — ia adalah hasil dari filosofi Jepang dalam menghargai waktu, kesederhanaan, dan alam. Makanan ini mengingatkan kita bahwa hal kecil pun bisa punya rasa dan cerita yang dalam, apalagi jika dimasak dengan sentuhan tradisi.