Sebuah panel pemerintah Jepang mengusulkan agar lebih banyak beras impor bebas tarif dialihkan untuk konsumsi , alih-alih digunakan sebagai pakan ternak atau keperluan lain. Langkah ini diambil karena harga beras dalam negeri melonjak, disebabkan oleh hasil panen yang tidak mencukupi.
Jepang saat ini mengimpor sekitar 770.000 ton beras per tahun, terutama dari Amerika Serikat, sesuai dengan komitmen akses minimum berdasarkan aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Namun, hanya sekitar 100.000 ton yang dialokasikan untuk konsumsi manusia.
Panel di bawah Kementerian Keuangan Jepang merekomendasikan agar sistem kuota dikelola lebih fleksibel demi menyesuaikan permintaan rumah tangga dan sektor swasta, serta untuk mendukung stabilitas pasokan nasional.
Hiroya Masuda, Presiden Japan Post Holdings Co yang juga anggota panel, menyatakan bahwa dengan memperluas opsi—seperti menambah kuota impor untuk konsumsi—maka Jepang memiliki semacam “katup pengatur” yang berguna dalam menangani lonjakan permintaan.
Harga beras domestik tercatat mencapai rekor tertinggi: rata-rata 4.214 yen per 5 kg, atau lebih dari dua kali lipat dibanding tahun lalu, menurut data resmi terbaru. Hal ini terjadi meski pemerintah telah mencoba menekan harga dengan melepaskan stok cadangan ke pasar.
Dari total beras yang diimpor berdasarkan kewajiban WTO (hingga Maret 2024), 45% berasal dari AS.
Permintaan dari sektor bisnis juga meningkat akibat lonjakan harga sejak musim panas lalu, yang memicu kekhawatiran publik.
Sistem impor beras Jepang sempat dikeluhkan oleh pemerintahan Donald Trump, yang menyebutnya tidak transparan dan menghambat ekspor AS. Karena itu, muncul dugaan bahwa topik ini bisa menjadi agenda dalam negosiasi tarif Jepang-AS yang akan datang.
Sc : JT