Operasi rumit untuk mengambil sampel kedua puing radioaktif dari dalam Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima yang rusak akibat tsunami telah berhasil diselesaikan, menurut keterangan operator fasilitas tersebut, TEPCO, pada Rabu (23/4).
Peleburan inti reaktor dan puing-puing radioaktif yang masih berada di dalam PLTN menjadi tantangan terbesar dalam proses pembongkaran fasilitas yang diperkirakan akan berlangsung selama beberapa dekade. Sekitar 880 ton material berbahaya masih berada di lokasi—tempat salah satu bencana nuklir terburuk dalam sejarah setelah gempa berkekuatan 9,0 magnitudo memicu tsunami dahsyat pada 2011.
TEPCO menyatakan bahwa operasi pengambilan puing tahap kedua, yang dimulai lebih dari seminggu lalu, telah “selesai” pada Rabu pagi. Pengambilan kali ini dilakukan di lokasi berbeda dari operasi sebelumnya guna mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang “karakteristik dan distribusi” material, jelas juru bicara pemerintah Yoshimasa Hayashi.
Sebelumnya, pada November lalu, TEPCO sukses mengambil sampel pertama menggunakan alat khusus yang dapat diperpanjang. Sampel tersebut hanya seberat 0,7 gram—setara dengan satu kismis—dan dikirim ke laboratorium penelitian dekat Tokyo untuk dianalisis.
Menurut Hayashi, hasil analisis mendalam terhadap sampel pertama akan menjadi acuan untuk langkah dekomisioning berikutnya, termasuk bagaimana melakukan pengangkatan puing berskala besar.
Lake Barrett, pakar nuklir asal Amerika Serikat yang menjadi penasihat khusus Jepang untuk proyek Fukushima, mengatakan bahwa pengangkatan puing lebih lanjut akan sangat menantang namun tetap memungkinkan.
“Ada kompleksitas seperti ramuan penyihir di bawah sana,” ujarnya. “Mereka harus mengembangkan robot yang belum pernah dibuat sebelumnya. Tapi dasar teknologinya sudah ada.”
Tiga dari enam reaktor di PLTN Fukushima mengalami kerusakan parah akibat meleleh setelah fasilitas tersebut diterjang tsunami tahun 2011.
Pada tahun 2023, Jepang mulai melepaskan air limbah yang telah diolah dari PLTN ke Samudra Pasifik. Meski langkah ini telah mendapat restu dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA), China dan Rusia merespons dengan melarang impor makanan laut dari Jepang.
Namun, awal bulan ini, China menyatakan tidak menemukan kelainan pada sampel air laut dan biota laut yang mereka uji secara mandiri di sekitar Fukushima pada Februari lalu. Meski begitu, Beijing menyebut bahwa masih diperlukan lebih banyak tes sebelum mempertimbangkan pencabutan larangan tersebut.
Sc : JT