Universitas Nagasaki di Jepang barat daya, bersama perusahaan pengembang sistem lokal, telah memperkenalkan program kecerdasan buatan (AI) yang memungkinkan mahasiswa kedokteran berlatih wawancara dengan pasien virtual di layar.
Pengembangan ini dilakukan karena universitas-universitas di daerah semakin kesulitan mendapatkan pasien simulasi, yang membutuhkan pelatihan khusus untuk meniru gejala penyakit secara akurat. Masalah ini diperparah oleh penurunan populasi di banyak wilayah Jepang.
Dalam demonstrasi awal Maret lalu, seorang pasien AI melaporkan mengalami demam dan batuk selama dua hingga tiga hari serta merespons pertanyaan dari seorang peserta yang berperan sebagai mahasiswa kedokteran. Program ini dijadwalkan mulai digunakan pada Maret 2026.
Dengan memanfaatkan teknologi AI, universitas berharap dapat meningkatkan pelatihan medis mahasiswa melalui interaksi dengan berbagai pasien virtual yang memiliki perbedaan usia, jenis kelamin, dan gejala.
“Kami akan menambahkan fitur penilaian dan umpan balik pada sistem. Kami berharap ini dapat menghasilkan metode belajar yang lebih efisien serta meningkatkan kualitas pembelajaran,” ujar Shinya Kawashiri, profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Nagasaki.
Toru Kobayashi, profesor dari Fakultas Ilmu Informasi dan Data di universitas tersebut, menyebut inovasi ini sebagai sebuah “langkah baru” dalam dunia pendidikan medis di Jepang.
Sc : japantoday