Sebuah tim yang dipimpin oleh seorang mahasiswa kedokteran sedang mengembangkan aplikasi yang menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk menganalisis tangisan bayi dan menentukan apa yang mereka inginkan.
Koga Nakai, seorang mahasiswa tahun keenam di Fakultas Kedokteran Universitas Tokushima, mulai tertarik pada tangisan bayi tiga tahun lalu setelah mendengar dari para ibu yang mengalami depresi pascapersalinan.
Nakai, yang berusia 24 tahun dan bercita-cita menjadi ahli bedah ortopedi, mengetahui bahwa para ibu awalnya menganggap tangisan bayi mereka menggemaskan. Namun, setelah mendengar tangisan bayi setiap hari, para ibu mulai merasa kesal dan frustrasi karena tidak tahu alasan anak mereka menangis. Mereka juga khawatir dengan pandangan orang lain ketika bayi mereka tidak berhenti menangis.
Nakai membaca sebuah artikel yang menyebutkan bahwa 14,3 persen dari sekitar 100.000 wanita Jepang yang disurvei menderita depresi pascapersalinan satu bulan setelah melahirkan.
Ia pun bekerja sukarela di pusat penitipan anak, di mana ia mewawancarai 523 orang tua dan wali lainnya. Menyadari bahwa tangisan adalah alat komunikasi bayi, Nakai yakin bahwa lebih sedikit orang tua yang akan merasa terganggu jika mereka mengerti alasan bayi mereka menangis.
Nakai berpikir bahwa AI dapat menentukan alasan tangisan bayi berdasarkan volume, frekuensi, dan karakteristik lainnya. Sambil melanjutkan studinya, ia menyelesaikan kursus pengembangan SDM di Universitas Nagoya tentang penggunaan AI dalam praktik medis. Ia juga melakukan penelitian di Universitas Stanford di Amerika Serikat, di mana ia mempelajari peralatan medis yang menggunakan sistem AI dan analisis data.
Nakai bekerja sama dengan lembaga medis dan pusat penitipan anak untuk mengumpulkan rekaman tangisan bayi, lalu menggunakan sistem AI yang ia kembangkan untuk menganalisis lebih dari 12.000 rekaman suara. Ia mendirikan perusahaan Cross Medicine Inc. pada September 2022.
Tahun berikutnya, Nakai meluncurkan edisi awal aplikasi Awababy Pro, yang secara visual menunjukkan alasan bayi menangis ketika tangisannya direkam melalui smartphone. Aplikasi ini membutuhkan sekitar enam detik untuk mengklasifikasikan perasaan bayi menjadi lima pola, seperti “mengantuk”, “sedang kesal”, atau “lapar”, berdasarkan frekuensi dan volume tangisan. Aplikasi ini juga memberi saran cara menghentikan tangisan, seperti dengan membelai, memeluk, atau memberi susu.
Beberapa rekan seumuran Nakai bergabung dalam proyeknya, termasuk Ryo Muramatsu, mahasiswa Fakultas Studi Lingkungan dan Informasi Universitas Keio, yang membantu meningkatkan akurasi analisis suara aplikasi hingga 87 persen.
Nakai dan perusahaannya mendapatkan perhatian yang semakin besar, memenangkan penghargaan utama dalam kontes bisnis yang diselenggarakan oleh Federasi Ekonomi Shikoku dan pemerintah prefektur Kochi. Nakai merencanakan peluncuran edisi berbayar aplikasi Awababy pada akhir Oktober, yang akan memungkinkan visualisasi perasaan bayi dalam hingga 12 pola.
Perusahaannya juga mengundang individu dan perusahaan untuk berlangganan, serta menawarkan aplikasi ini sebagai manfaat dan kesejahteraan karyawan. Beberapa bisnis telah menunjukkan minat pada aplikasi tersebut.
“Saya berharap dapat memanfaatkan kedokteran dan teknologi untuk menciptakan masyarakat di mana hidup menjadi lebih mudah,” kata Nakai. “Untuk permulaan, saya ingin mewujudkan masyarakat di mana para ibu dan ayah yang merawat anak pertama mereka dapat melakukannya dengan cara yang menyenangkan, bebas, dan santai.”
Sc : asahi