Data terbaru dari Kementerian Luar Negeri Jepang menunjukkan tren yang mengkhawatirkan: hanya satu dari enam warga Jepang, atau sekitar 17,5%, yang memiliki paspor pada akhir 2024.
Angka ini menandai tren penurunan minat warga Jepang untuk bepergian ke luar negeri, yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir. Faktor-faktor seperti pandemi COVID-19, biaya perjalanan yang meningkat akibat pelemahan yen, serta pergeseran preferensi generasi muda Jepang terhadap gaya hidup yang lebih domestik berkontribusi terhadap fenomena ini.
Menurut survei Japan Association of Travel Agents (JATA), generasi muda Jepang semakin kurang tertarik untuk bepergian ke luar negeri dibandingkan generasi sebelumnya. Banyak yang mengutip faktor ekonomi, kurangnya kebutuhan untuk bepergian ke luar negeri, serta kenyamanan hidup di Jepang sebagai alasan utama.
Para ahli memperingatkan bahwa menurunnya mobilitas global warga Jepang dapat berdampak pada daya saing internasional negara tersebut. Kurangnya pengalaman di luar negeri dapat menghambat keterampilan bahasa asing, wawasan budaya, serta kesiapan tenaga kerja Jepang dalam menghadapi persaingan global.
Sebagai perbandingan, negara tetangga seperti Korea Selatan memiliki tingkat kepemilikan paspor yang jauh lebih tinggi, mencapai lebih dari 45% dari populasi. Ini mencerminkan perbedaan budaya dalam memandang pentingnya pengalaman global.
Menyadari potensi dampak jangka panjang dari tren ini, pemerintah Jepang telah berupaya untuk meningkatkan keterlibatan global warganya. Program subsidi untuk pelajar yang ingin belajar di luar negeri, kampanye promosi perjalanan internasional, serta upaya memperluas kerja sama antaruniversitas dengan institusi luar negeri menjadi beberapa langkah yang telah diambil.
Namun, dengan meningkatnya ketidakpastian ekonomi serta kecenderungan masyarakat Jepang untuk lebih memilih perjalanan domestik, masih menjadi tantangan besar bagi pemerintah untuk membalikkan tren penurunan mobilitas global ini.
Sc : asia.nikkei